Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sidang WTO Desak Pengurangan Subsidi Nelayan, Kadin Ingatkan Hal Ini

Kadin Indonesia menyampaikan tanggapan terkait usulan negara maju dalam sidang WTO di Swiss terkait pembatasan subsidi terhadap nelayan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani, memberikan paparan pada Indonesia-Korea Business Dialogue di Tangerang, Senin (6/8/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani, memberikan paparan pada Indonesia-Korea Business Dialogue di Tangerang, Senin (6/8/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menilai pemerintah harus kembali mengkaji perjanjian dalam World Trade Organization (WTO) terkait pembatasan subsidi terhadap nelayan. Sebab hal tersebut bakal menyulitkan nelayan Indonesia yang mayoritas skala kecil.

Hal tersebut menanggapi usulan negara maju dalam sidang WTO di Swiss hari ini, Kamis (16/6/2022) yang mengharuskan negara berkembang seperti Indonesia mengurangi jumlah subsidi, karena dianggap sebagai eksploitasi sumber daya kelautan.

Ketua III Kadin Shinta W. Khamadani mengatakan pihaknya mengkhawatirkan dari perjanjian tersebut adalah dampaknya sosial ekonominya ke depan, khususnya terhadap kemiskinan dan terhadap inflasi pangan.

“Dampak sosial ekonominya akan sangat besar karena small fishers ini mendominasi pelaku sektor perikanan nasional dan umumnya berpenghasilan kelas menengah bawah sehingga output capital-nya terbatas untuk melaut bila subsidi seperti subsidi perikanan, seperti subsidi BBM tidak diberikan,” kata Shinta saat dihubungi Bisnis, Kamis (16/6/2022).

Lebih lanjut, dia mengatakan dengan memperhitungkan faktor seperti kenaikan harga energi/BBM dan efek penerapan kebijakan anti subsidi perikanan, dikhawatirkan nelayan kecil tidak sanggup melaut sehingga menciptakan masalah sosial.

“Di sisi lain, harga pangan nasional juga akan berpotensi meningkat karena kenaikan cost di sektor perikanan hampir pasti akan ditransfer kepada konsumen sehingga terjadi cost push inflation di sektor pangan. Ini akan berdampak buruk terhadap masyarakat dan pertumbuhan,” ujarnya.

Shinta memberi catatan berdasarkan draft WTO yang terakhir diperolehnya, banyak perjanjian yang tidak berpihak terhadap nelayan kecil dan petani kecil, juga periode transisi pemberian subsidinya pun relatif pendek untuk negara berkembang seperti Indonesia. Padahal, kata dia, negara maju pun masih melakukan subsidi yang besar terhadap sektor pertanian dan perikanannya.

“Kita juga perlu mengetahui sejauh mana industri perikanan negara maju juga akan mengurangi subsidi perikanannya, karena sejujurnya banyak negara maju yang memberikan subsidi perikanan dan pertanian jauh lebih besar dan lebih trade distortif daripada Indonesia, sehingga menurunkan daya saing ekspor produk perikanan Indonesia di luar negeri,” ujar Shinta

Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah bisa mengupayakan pelebaran klausul pengecualian dan klausul transisi dalam negosiasi “fisheries subsidies” ini, supaya nelayan kecil dan pelaku industri perikanan yang tidak mengekspor masih diperkenankan menerima bantuan dari pemerintah dalam berbagai bentuk.

Selain itu, lanjut Shinta, perjanjian ini juga perlu menyeimbangkan tekanan penurunan subsidi antara negara maju dan negara berkembang secara proporsional untuk menciptakan pertumbuhan yang adil.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga perlu mengedukasi dan meningkatkan kapabilitas nelayan di Indonesia untuk bisa melakukan praktik perikanan berkelanjutan, termasuk dengan penggunaan dan adopsi teknologi untuk mempraktikkan hal tersebut.

“Perlu juga ada strategi nasional untuk memperbaiki kerja sama supply chain antara small fishers kita dengan konsumen di pasar domestik maupun dengan eksportir produk perikanan sehingga small fishers kita bisa memperoleh penghasilan yang lebih memadai,” tegas Shinta.

Terkait dengan subsidi perikanan, Indonesia mendorong agar anggota WTO tetap memberikan subsidi tetapi harus lebih tepat sasaran yakni menyasar nelayan skala kecil. Adapun, subsidi diberikan dalam bentuk subsidi BBM.

Diketahui, pada intinya, Indonesia sepakat dengan rencana pembatasan subsidi tetapi tetap diperlukan fasilitas pengecualian terutama kepada pengusaha perikanan skala kecil.

Adapun, untuk sektor pertanian, Indonesia mendorong kesepakatan WTO terkait dengan pengadaan stok oleh masing-masing pemerintah dalam rangka meningkatan ketahanan pangan di tengah ancaman krisis pangan dunia.

Selain itu, Indonesia mengusung isu safeguard dalam rangka memberikan perlindungan kepada petani kecil ketika terjadi impor pangan. Keputusan WTO akan disampaikan pada pukul 15.00 waktu Swiss atau pukul 21.00 WIB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper