Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai Undang-undang Cipta Kerja belum efektif. Pasalnya indeks daya saing berusaha Indonesia malah merosot setelah satu tahun beleid tersebut berlaku di Indonesia.
Dalam laporan terbaru Institute for Management Development World Competitiveness Yearbook 2022, Indonesia berada di posisi 44, turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berada di posisi 37.
Bukti lainnya, menurut laporan Japan External Trade Organization (JETRO), masih ada beberapa komplain dari investor, terutama terkait prosedur perizinan usaha, sulitnya mengklaim insentif pajak atau insentif fiskal lainnya dalam usaha.
Menurut Esther, masalahnya adalah koordinasi dan integrasi kebijakan, dimana pembuat kebijakan masih berpikir sektoral, bukan kepentingan nasional.
"Tumpang tindih otoritas kebijakan dipegang siapa dan ketidakpastian regulasi (sering berubah tergantung siapa presiden dan menterinya). Tidak ada kebijakan yang sustain," katanya kepada Bisnis, Rabu (15/6/2022).
Ditambah lagi, kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) yang kadang tak selaras hingga banyaknya 'raja-raja kecil' membuat formulasi dan implementasi kebijakan tak berjalan mulus.
Menurut Esther, Indonesia perlu belajar dari negara lain dengan iklim investasi yang bagus. Salah satunya adalah Singapura, dimana ada keberlanjutan dalam kebijakannya. Misalnya, kebijakan yang diformulasikan di zaman Lee Kuan Yew yang masih digunakan sebagai acuan dan diimplementasikan hingga saat ini. Pun pembaharuan kebijakan dilakukan, dimaksudkan untuk efisiensi dan efektivitas.
Oleh karena itu, Esther mendorong adanya national planning di Indonesia.
"Ada national planning yang disepakati dan dijadikan pedoman. Jadi siapapun menteri dan presidennya, national planning itu tetap tidak berubah dan pembangunan stick on national planning," saran Esther.
Selain itu, Singapura melakukan jemput bola, tidak hanya menunggu. Informasi mengenai bagaimana melakukan investasi semuanya tersedia di website mereka dan responnya pun cepat ketika ada calon investor yang ingin bertanya, baik melalui email maupun front desknya.
"Coba buka website nya otoritas investasi seperti BKPM di China dan Singapura, sangat clear. Investor butuh kemudahan, tidak diping pong ketika ada masalah. Butuh informasi dan pelayanan satu pintu untuk berhubungan dengan investor sehingga mereka tidak bingung," ujarnya.