Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengungkapkan alasan harga tandan buah segar (TBS) sawit masih rendah meskipun harga minyak sawit mentah (CPO) sudah di level Rp24.800 per kilogram di pasar internasional.
Ketua Apkasindo Gulat Manurung mengatakan penyebab masih rendahnya harga TBS lantaran belum lancarnya ekspor dan beban berat dari CPO seperti Pungutan Ekspor (PE), Bea Keluar (BK), dan Domestic Price Obligation (DPO) serta selalu gagal tendernya CPO di KPBN.
“Dan trakhir Kementerian Keuangan malah kembali menaikkan BK dari US$200 menjadi US$288 per ton CPO [PMK 98/2022], sehingga total BK dan PE adalah US$663 atau 40 persen dari harga CPO internasional [US$1.700/ton]. Total BK dan PE ini belum termasuk DPO yang tentunya beban CPO secara keseluruhan dan pada akhirnya akan ditimpakan ke harga TBS Petani sawit,” ujar Gulat lewat keterangan tertulis, Senin (13/6/2022).
Gulat mengatakan, sampai hari ini, harga TBS sawit berkisar Rp1.700 – Rp. 2.200 per kg. Padahal, berdasarkan data Apkasindo, sampai akhir tahun 2021, harga pokok produksi (HPP) dari TBS sawit berkisar di angka Rp1.800 – 1.950 per kg. Selanjutnya, dengan meroketnya harga pupuk dan herbisida hingga 300 persen di awal tahun 2022 membuat HPP TBS petani sawit membengkak hingga Rp.2.200 – 2.500 per kilogram.
“Masa-masa indah harga TBS itu hanya berlangsung 18 bulan sejak diberlakukannya program biodisel (B30) awal tahun 2020. Namun sejak pelarangan ekspor diberlakukan hingga pasca pencabutan larangan ekspor, praktis petani sangat menderita,” ujarnya.
Menurutnya, seharusnya dengan harga CPO internasional minggu ini Rp24 ribu, kemudian harga CPO PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) sudah di angka minimum Rp16 ribu, maka, harga TBS sejatinya Rp4.500-4.800 per kg.
Baca Juga
“Itu semua sudah ada rumusnya. Kenapa bisa harga TBS di Indonesia saat ini masih rerata Rp2.000 per kg?,” ungkapnya.
Gulat menilai jika ingin melancarkan ekspor dan menjaga keseimbangan harga CPO KPBN dan harga TBS petani, maka harus dikurangi BK, PE dan DPO tersebut.
“Jadi sesungguhnya hubungan harga CPO Internasional dengan harga KPBN dan harga TBS sudah cukup mesra selama ini, namun di “korsletkan” dengan beban-beban tadi,” tutur Gulat.
Lebih lanjut Gulat menjelaskan bahwa penetapan harga TBS telah diatur sesuai Permentan 01/2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Dalam pasal 8 diatur bahwa perumusan harga menggunakan patokan harga penjualan CPO oleh perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) yang tergabung dalam tim harga. Pasal 8 jelas, kata dia, menggambarkan hubungan sebab akibat dari harga CPO internasional yang ditransmisikan ke harga KPBN dan harga KBPN adalah patokan utama dari pembelian CPO dari PKS oleh perusahaan refinery.
“Jika harga CPO internasional naik, tentu mendongkrak harga TBS petani. Sebaliknya jika CPO internasional lesu maka harga TBS petani juga akan turun. Dalam konteks ini, tentu petani sawit memaklumi jika harga CPO internasional lagi turun. Tapi dalam kondisi harga internasional lagi baik, tetapi harga TBS petani itu anjlok,” jelas Gulat.