Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan asumsi harga minyak mentah Indonesia dinilai tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap tata kelola hulu minyak dan gas bumi dan juga capain target produksi siap jual atau lifting tahun ini.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan pada dasarnya indeks harga minyak mentah internasional telah di atas US$100 telah terjadi sejak Maret yang dipicu krisis Ukraina di menjelang akhir Februari 2022.
Menurutnya kondisi itu tidak akan berdampak signifikan terhadap investasi di sektor migas dan juga tata kelola di dalam negeri.
"Karena belum adanya perubahan yang revolusioner di industri Migas di Indonesia dan saat ini situasi global masih sangat volatile," ujarnya kepada Bisnis, Senin (30/5/2022).
Sementara itu, terkait dengan capaian lifting nasional, Moshe berpendapat bahwa hal itu akan sangat tergantung dengan kinerja masing-masing kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Moshe mengatakan hal tersebut adalah diskresi dari masing-masing KKKS, termasuk Pertamina yang saat ini memegang mayoritas produksi migas Indonesia.
Baca Juga
Adapun, sepanjang 2022 pemerintah menetapkan target lifting untuk 2022 sebesar 703.000 barel minyak per hari (BOPD) dan 5.800 juta standar kaki kubik per hari gas bumi (MMSCFD).
"Kita hanya bisa berharap bahwa target tersebut tercapai," jelasnya.