Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menyatakan bahwa terdapat permasalahan keuangan negara senilai Rp31,34 triliun yang tercantum dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester atau IHPS II Tahun 2021.
Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan bahwa IHPS II 2021 merupakan ringkasan dari 535 laporan hasil pemeriksaan (LHP), terdiri atas 3 LHP Keuangan, 317 LHP Kinerja, dan 215 LHP Dengan Tujuan Tertentu. IHPS II 2021 diserahkan oleh BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada hari ini, Selasa (24/5/2022) di Gedung DPR, Jakarta.
Pihaknya mengungkap 4.555 temuan dalam IHPS II 2021, yang memuat 6.011 permasalahan senilai Rp31,34 triliun. Dia menjabarkan bahwa 3.173 masalah berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp1,64 triliun; 1.720 masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp29,70 triliun; dan 1.118 masalah kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).
IHPS II Tahun 2021 juga memuat hasil pemeriksaan tematik atas dua prioritas nasional sesuai Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021, yaitu penguatan ketahanan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia. Pemeriksaan tersebut terdiri atas pemeriksaan kinerja serta DTT-Kepatuhan terhadap sejumlah objek pemeriksaan pemerintah dan BUMN.
"Dalam pemeriksaan tematik ini, BPK mengungkap 2.427 temuan dengan 2.805 permasalahan sebesar Rp20,23 triliun," ujar Isma pada Selasa (24/5/2022).
BPK pun mengungkap sejumlah permasalahan dalam prioritas nasional penguatan ketahanan ekonomi. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum seluruhnya dirumuskan dan ditetapkan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya.
Kedua, mekanisme verifikasi dan sistem informasi pengelolaan permohonan belum dapat menjamin kelayakan penerima insentif perpajakan dalam program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN). Selain itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum memiliki fungsi koordinasi yang terpusat dalam pengelolaan insentif atau fasilitas perpajakan.
Terkait pemeriksaan prioritas nasional pembangunan SDM, BPK mengungkap adanya bantuan program kartu prakerja kepada 119.494 peserta senilai Rp289,85 miliar yang terindikasi tidak tepat sasaran. Program yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu dinilai berlangsung kepada pekerja/buruh yang memiliki gaji/upah di atas Rp3,5 juta.
Kedua, alokasi vaksin Covid-19, logistik, dan sarana prasarananya belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan yang sesuai dengan perkembangan kondisi dan atau analisis situasi terbaru, data yang valid, akurat dan mutakhir. Pemerintah pusat pun masih kurang berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga lain yang terlibat.
"Penting kami tekankan bahwa, BPK terus berupaya keras untuk mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan sesuai ketentuan perundang-undangan dan praktik internasional terbaik," ujar Isma.