Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bakal mengeluarkan aturan teknis terkait pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar.
Petunjuk teknis itu nantinya bakal mengatur kriteria dan skema pembelian BBM bersubsidi di tengah masyarakat. Adapun, pembentukan petunjuk teknis itu nantinya bakal termuat di dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak mengatakan penerbitan petunjuk teknis pembelian BBM subsidi ini masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Alfon mengatakan petunjuk teknis anyar itu diperlukan untuk memastikan konsumsi BBM bersubsidi tepat sasaran di tengah masyarakat. Alasannya, tren konsumsi BBM bersubsidi belakangan meningkat drastis di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional dan disparitas harga yang cukup lebar dengan BBM non-subsidi.
“Iya, sementara ini kita sudah menyusun dan mengusulkan nanti keputusan itu ada di Pak Menteri ESDM setelah mendapat persetujuan dari Pak Presiden [Jokowi],” kata Alfon melalui sambungan telepon, Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Di sisi lain, Alfon menerangkan, petunjuk teknis ihwal pembelian BBM bersubsidi itu juga bertujuan untuk menjaga ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tengah tekanan harga minyak mentah dunia yang masih fluktuatif pada pertengahan tahun ini.
“Karena ini kan memang barang-barang yang tidak diatur pemerintah sehingga harus diperhitungkan juga dengan kekuatan devisa negara,” ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, BPH Migas juga masih menunggu penyesuaian kuota tambahan untuk BBM subsidi setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui alokasi tambahan subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp350 triliun pada rencana APBN Perubahan 2022.
Menurut Alfon, rencana pemerintah untuk menambah kuota BBM subsidi telah disetujui badan anggaran (Banggar) DPR pekan lalu. Hanya saja, volume kuota tambahan itu masih perlu disesuaikan ulang dari permohonan awal.
“Persetujuannya sudah di Banggar, tetapi kami harus melakukan konversi dari nilai subsidi dan kompensasi ke volume [BBM], nah kami belum dapat itu, masih menunggu dari Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta penambahan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN untuk belanja subsidi dan perlindungan sosial. Penambahan anggaran dan kompensasi BBM sendiri mencapai Rp275 triliun.
Pengajuan penambahan alokasi itu dibahas dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) terkait persetujuan tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas. Raker itu berlangsung pada Kamis (19/5/2022) pagi.
Sri Mulyani memaparkan bahwa tingginya harga komoditas dan energi menyebabkan adanya selisih antara asumsi harga minyak atau Indonesia crude price (ICP) yang tercantum dalam APBN, yakni US$63 per barel. Saat ini, rata-rata harga ICP telah mencapai US$99,4 per barel.
Hal tersebut menyebabkan adanya kekurangan kebutuhan anggaran untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran kompensasi kepada PT Pertamina (Persero). Sri Mulyani menyebut bahwa kebutuhan biaya subsidi akan melonjak dari Rp134 triliun menjadi Rp208,9 triliun dan kompensasi melonjak dari Rp18,5 triliun menjadi Rp234,6 triliun.
"Pilihannya hanya dua, kalau ini [anggaran subsidi dan kompensasi] tidak dinaikkan harga BBM dan listrik naik, kalau harga BBM dan listrik tidak naik ya ini yang naik. Tidak ada in between, pilihannya hanya dua," ujar Sri Mulyani, Kamis (19/5/2022).