Bisnis.com, JAKARTA - Transaksi berjalan pada kuartal I/2022 tercatat surplus sebesar US$0,2 miliar atau mencapai 0,1 persen dari PDB.
Surplus transaksi berjalan tersebut ditopang terutama oleh surplus neraca barang yang tetap tinggi pada kuartal I/2022, terutama pada sektor nonmigas, sejalan dengan lonjakan harga komoditas global.
Sementara itu, neraca jasa mencatatkan defisit sejalan dengan perbaikan aktivitas ekonomi yang terus berlanjut dan kenaikan jumlah kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri pasca pelonggaran kebijakan pembatasan perjalanan antarnegara.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca transaksi berjalan tersebut akan melanjutkan tren surplus pada akhir 2022.
Surplus tersebut didorong oleh surplus neraca barang, meski diperkirakan akan menyusut pada semester II/2022 karena impor akan mengejar ekspor seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi.
Namun demikian, dia mengatakan perang Rusia dan Ukraina telah memperpanjang tren kenaikan harga komoditas di tengah krisis energi global yang sedang berlangsung. Kondisi ini akan menjaga kinerja ekspor tetap kuat.
Baca Juga
“Dengan demikian, hal ini akan mendukung ekspor dan menjaga surplus barang cukup lama karena ekspor utama Indonesia sebagian besar adalah komoditas, yaitu batu bara dan CPO,” katanya, Jumat (20/5/2022).
Lebih lanjut, pemerintah juga akan mencabut larangan ekspor minyak sawit, menyusul perbaikan situasi pasokan minyak goreng dalam negeri.
“Secara keseluruhan, kami merevisi perkiraan neraca transaksi berjalan kami untuk tahun 2022 dari -2,15 persen dari PDB menjadi 0,03 persen dari PDB, atau dari defisit menjadi surplus kecil,” kata dia.
Di sisi lain, Faisal memperkirakan neraca transaksi keuangan pada 2022 akan menghadapi beberapa risiko penurunan yang dapat menutupi potensi aliran masuknya modal di tengah pemulihan ekonomi.
“Risikonya termasuk gangguan rantai pasokan yang semakin parah dan tekanan inflasi akibat perang Rusia-Ukraina, yang berpotensi menghasilkan normalisasi moneter global yang lebih cepat dan lebih hawkish daripada yang diantisipasi,” jelas Faisal.
Pada kuartal I/2022, neraca transaksi keuangan tercatat mengalami defisit sebesar US$1,70 miliar atau mencapai 0,05 persen dari PDB di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang terus meningkat.