Bisnis.com, JAKARTA - Dua miliarder India, Gautam Adani dan Mukesh Ambani, mendapat untung dari lonjakan harga komoditas global yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina. Seperti diketahui, kenaikan harga komoditas meningkatkan kredensial bahan bakar fosil yang merupakan fokus bisnis keduanya.
Ketika orang-orang terkaya di Asia secara terbuka mendorong poros mereka menuju energi yang lebih hijau, Adani dan Ambani masih saja mendulang cuan dari energi berbasis fosil. Dilansir oleh Bloomberg, kedua taipan India itu bahkan semakin menancapkan kukunya dalam bisnis ini, ketika banyak negara maju berebut sumber bahan bakar alternatif ketika mereka mencoba untuk mundur dari pasokan Rusia.
Dengan harga batu bara yang meroket hingga mencapai rekor, konglomerat Adani memperluas tambang kontroversial di Australia untuk memenuhi permintaan.
Sementara itu, perusahaan Ambani Reliance Industries Ltd. mengambil kargo minyak mentah Rusia untuk memasok kompleks penyulingan miliknya, yang merupakan fasilitas terbesar di dunia. Reliance bahkan menunda pemeliharaan terjadwal fasilitas tersebut untuk membantu menghasilkan lebih banyak solar dan bensin, yang marginnya melonjak hingga menyentuh level tertinggi tiga tahun.
Adapun, larangan impor minyak Rusia dari G7 sebenarnya telah memicu permintaan batu bara, energi berbasis fosil yang paling kotor di dunia. Adani dan Ambani sebenarnya telah meluncurkan investasi hijau gabungan senilai US$142 miliar selama beberapa dekade mendatang dalam mengurangi ketergantungan dengan batu bara dan minyak mentah yang menjadi landasan kerajaan bisnis mereka.
Namun, keduanya juga merasa sulit untuk memulai pengurangan produksi bahan bakar fosil saat konflik memicu permintaan. Permintaan batubara global diperkirakan akan naik ke tingkat rekor pada tahun 2022 dan tetap di sana sampai tahun 2024, menurut Badan Energi Internasional (EIA).
Baca Juga
Chakri Lokapriya, Direktur Pelaksana dan Kepala Investasi di TCG Advisory Services Pvt., mengungkapkan perang telah menciptakan daya tarik perusahaan berbasis bahan bakar fosil di India.
“Kerusakan tambahan adalah bahwa bahan bakar fosil akan terus memainkan peran penting dalam 20 tahun ke depan atau lebih,” katanya. Menurutnya, kurun waktu 20 tahun itu adalah waktu yang cukup untuk menuai keuntungan dari investasi berbasis karbon.
Kenaikan harga batu bara membantu perusahaan unggulan Adani Enterprises Ltd. mencatat kenaikan laba 30 persen untuk tiga bulan yang berakhir Maret - tertinggi dalam enam kuartal -, sementara lonjakan harga produk minyak bumi membantu Reliance yang membukukan salah satu laba kuartalan terbesarnya.
Batubara telah melihat kebangkitan yang sama kuatnya dalam beberapa bulan terakhir. “Orang-orang mulai menulis obituari batu bara dua-tiga tahun yang lalu, tetapi hari ini, tampaknya, hari-hari batubara belum berakhir,” Pramod Agrawal, Chairman Coal India Ltd. mengatakan kepada investor bulan ini.
Bagi pengusaha generasi pertama Adani, batu bara merupakan pusat kerajaannya. Dia telah menginvestasikan lebih dari US$3 miliar di tambang batu bara di India, Australia, dan Indonesia.
Saham Reliance dan Adani Enterprises masing-masing melonjak 19 persen dan 42 persen pada periode 24 Februari 2022, ketika invasi Rusia dimulai, dan akhir April, sebelum penurunan saham global menghapus sebagian dari keuntungan tersebut.
Adani telah menambahkan sekitar US$26 miliar kekayaannya sejak perang dimulai, menjadikan kekayaan bersihnya hampir US$107 miliar, menurut Bloomberg Billionaires Index. Kekayaan Ambani membengkak hampir US$8 miliar menjadi US$92,4 miliar.
Hampir 60 persen pendapatan Reliance berasal dari penyulingan minyak dan petrokimia, bisnis andalan yang didirikan oleh mendiang ayah Ambani. Sejak mewarisinya pada tahun 2002, Ambani telah mengurangi ketergantungan konglomerat pada penyulingan minyak dengan melakukan diversifikasi ke ritel, telekomunikasi dan teknologi.
Perwakilan Adani Group dan Reliance Industries tidak menanggapi email yang meminta komentar terkait masalah ini.
Bukan hanya dua miliarder India ini yang diuntungkan dari lonjakan komoditas. Ada beberapa miliarder lainnya termasuk taipan minyak dan gas AS Harold Hamm, Richard Kinder dan Michael S. Smith, dan Low Tuck Kwong dari Indonesia, bos perusahaan pertambangan batubara PT Bayan Resources. Nama-nama tersebut mencatatkan pertumbuhan kekayaan tahun ini.