Bisnis.com, JAKARTA – Rencana kenaikan harga rumah subsidi sebesar 7 persen pada tahun ini dinilai memberatkan bagi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira.
Bhima mengatakan rencana kenaikan harga rumah rumah subsidi tidak ideal, karena dinilai terlalu tinggi. Apalagi rumah bersubsidi menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dia menuturkan, keputusan menaikkan atau menahan harga rumah subsidi di saat biaya material bangunan naik merupakan pilihan dilematis.
“Tapi pertimbangan lain adalah beban masyarakat saat ini khususnya pembeli rumah primer cukup berat. Harga-harga pangan dan energi yang naik menjadi beban bagi pekerja yang upahnya tidak jauh dari UMR untuk memiliki rumah,” kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (10/5/2022).
Bhima menyarankan agar pemerintah dan pengembang memperhitungkan kembali biaya yang bisa dihemat atau perlu penambahan alokasi subsidi sehingga kenaikan harga masih bisa dicegah.
“Jika harga rumah subsidi rata-rata asumsinya 150 juta per unit maka kenaikan 7 persen berarti ada biaya tambahan Rp11,7 juta. Cukup terasa juga kalau sasaran-nya MBR,” ucap Bhima.
Dia memproyeksikan bahwa pada semester II tahun ini, inflasi bisa terjadi secara simultan di sektor pangan dan energi.
“Kondisi eksisting sudah membuat konsumen rumah subsidi mempertimbangkan kemampuan membayar cicilan. Ditambah harga rumah naik 7 persen tentu bisa mempengaruhi minat mereka yang benar benar menjadi target rumah bersubsisi,” ujarnya.
Bhima melanjutkan, di saat yang bersamaan, muncul risiko naiknya suku bunga KPR. Apalagi 75,6 persen pembeli rumah menggunakan fasilitas KPR, di luar fasilitas subsidi akan terkena dampak naiknya suku bunga.
“Jadi menahan harga rumah subsidi sepanjang 2022 bagaimana pun juga tetap pilihan yang rasional agar sektor properti bisa bangkit,” tegas Bhima.
Diberitakan sebelumnya, harga rumah subsidi bakal naik sebesar 7 persen pada tahun ini. Rencana kenaikan harga rumah subsidi ini diungkapkan oleh DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI).
Ketua Umum DPP REI, Pulus Totok Lusida mengatakan bahwa bahwa berdasarkan sosialisasi dari Kementerian PUPR, harga rumah subsidi akan naik 7 persen pada tahun ini.
Totok menuturkan, kenaikan harga rumah subsidi disebabkan terjadinya kenaikan bahan material bangunan yang cukup tinggi.
"Akibat perang dan terhambatnya logistik, harga bahan material bangunan semakin naik harganya, material besi misalnya naik dari Rp6.500 sekarang sudah Rp14.000. Selain itu harga semen juga naik. Oleh sebab itu harga rumah subsidi harus disesuaikan," kata Totok kepada Bisnis, Selasa (10/5/2022).
Totok mengungkapkan REI awalnya mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan harga rumah subsidi sebesar 10 persen hingga 15 persen. Namun, setelah dilakukan pembahasan lebih lanjut, akhirnya disepakati bahwa kenaikan harga sebesar 7 persen.
"Dengan mempertimbangkan inflasi dan kesejahteraan sosial, terlebih penjualan properti mandek selama dua tahun, akhirnya disepakati oleh Kementerian PUPR kenaikan harga rumah subsidi sebesar 7 persen," tuturnya.
Meski kenaikan harga di bawah usulan yang disampaikan, tapi Totok mengatakan kenaikan harga rumah 7 persen masih menguntungkan pengembang rumah subsidi.