Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Raksasa Pelayaran Global Rugi US$700 Juta Akibat Perang Ukraina-Rusia

Kerugian terbesar dialami perusahaan karena menghitung biaya kapal-kapalnya untuk keluar dari Rusia.
Logo Maersk pada peti kemas yang disimpan di terminal A/S A.P. Moller Maersk di kota pelabuhan Kalundborg, Denmark. /Bloomberg
Logo Maersk pada peti kemas yang disimpan di terminal A/S A.P. Moller Maersk di kota pelabuhan Kalundborg, Denmark. /Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan raksasa pelayaran global yakni A.P. Moller Maersk A/S mengaku kehilagan lebih dari US$700 juta pada kuartal I/2022 akibat perang antara Ukraina dan Rusia sejak awal tahun ini.

Seperti dilansir dari Bloomberg, Kamis (4/6/2022), Moller Maersk mengatakan, kerugian terbesar dialami perusahaan karena menghitung biaya untuk keluar dari Rusia.

Maersk menyebutkan konflik Rusia-Ukraina menyeret turun pendapatannya sebelum bunga dan pajak sebesar US$718 juta selama Januari-Maret 2022. Kerugian terbesar berasal dari bisnis terminal kapalnya.

Sekadar informasi Maersk menguasai sekitar seperenam dari perdagangan peti kemas dunia.

Sejak konflik Rusia dan Ukraina meletus, perusahaan telah berhenti membawa kargo baru ke Rusia dan telah menjual saham yang dimilikinya di pelabuhan-pelabuhan di negara itu. Maersk menyelesaikan operasi kargo terakhirnya di pelabuhan Rusia pada 2 Mei 2022.

Maersk mengatakan sebesar US$627 juta dari kerugian bisnisnya di Rusia berasal dari writedowns dan US$91 juta adalah peningkatan biaya operasional. Aset perusahaan di Rusia saat ini bernilai nol, kata Chief Executive Officer Moller Maersk Soren Skou.

“Kami memutuskan untuk menuliskan semuanya selama kuartal ini. Mudah-mudahan kami akan mendapatkan kembali sebagian dari itu saat kami melepaskan aset di kuartal mendatang,” katanya dalam wawancara bersama Bloomberg TV.

Adapun, pada Agustus 2021 lalu Moller-Maersk telah menginvestasikan dana senilai US$1,4 miliar untuk pengadaan armada ramah lingkungan.

Maersk memesan delapan kapal baru, masing-masing seharga US$175 juta, yang dapat digerakkan dengan metanol, bukan bahan bakar berbasis minyak. Kapal-kapal itu akan memulai pengiriman pada 2024.

“Kami tidak percaya pada lebih banyak bahan bakar fosil. Banyak pelanggan kami sangat, sangat mendukung ini,” kata Morten Bo Christiansen, Wakil Presiden dan Kepala Dekarbonisasi, dilansir Bloomberg, Rabu (25/8/2021).

Sektor pengapalan yang menjadi tulang punggung perdagangan global, menyumbang hampir 3% dari emisi karbon. Tingkat tersebut telah naik dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2050, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menargetkan total emisi gas rumah kaca pengiriman setidaknya berkurang setengahnya dibandingkan dengan 2008.

Adapun pada tahun lalu, aturan International Maritime Organization (IMO) yang dirancang untuk mengekang polusi udara dengan membatasi kandungan belerang dari bahan bakar laut, mulai berlaku.

Pada Februari, Maersk mengatakan semua kapal baru di masa depan akan dapat menggunakan bahan bakar netral karbon.

Perusahaan juga mengumumkan peluncuran kapal kontainer kecil yang dapat berjalan dengan metanol yang bersih pada 2023.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper