Bisnis.com, JAKARTA -Pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng, minyak goreng dan minyak sawit mentah (CPO) dinilai bukan masalah serius bagi neraca perdagangan Indonesia.
Pasalnya, volume ekspor CPO tahun lalu hanya sekitar 7 persen dari total ekspor minyak sawit Indonesia, sisanya yakni 93 persen berupa produk turunan sawit (hasil hilirisasi CPO).
Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung mengatakan dari ekspor sekecil itu, kebijakan melarang ekspor CPO tidak akan berdampak besar.
“Jadi kalau ekspor langsung CPO sekecil itu tak masalah. Berarti semua CPO harus diolah dulu di dalam negeri [hilirisasi] baru diekspor kecuali minyak goreng dan bahan bakunya,” ujar Sungkot saat dihubungi Bisnis, Kamis (28/4/2022).
Menurut Tungkot, pelarang ekspor pun bukan menjadi alasan pabrik kelapa sawit (PKS) menurunkan harga tandan buah segar (TBS) petani. Sebab, kata dia, harga TBS didasarkan pada harga CPO dunia, bukan didasarkan pada volume ekspor CPO.
“Malah dengan stop ekspor CPO Indonesia, harga CPO dunia dan produk turunanya berpeluang naik,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun banyak kasus PKS menurunkan TBS, Sungkot mensinyalir hal itu dikarenakan kesalahpahaman di kalangan pengelola PKS. Kata dia, para pengelola PKS berpikir dampak larangan ekspor CPO akan membuat tanki timbun (storage) CPO penuh, sehingga tidak bisa tampung CPO baru.
“Ini keliru, karena dari CPO storage akan ngalir seperti biasa ke refinery [kapasitas 54 juta ton] dan selanjutnya ke pabrik migor [minyak goreng], oleokimia dan biodiesel,” tutur eks Komisaris PTPN IV itu.
Kemudian, lanjut dia, mispersepsi juga terkait sangkaan larangan ekspor CPO bahwa tidak ada lagi harga referensi CPO di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) selama ini menjadi acuan harga TBS petani.
“Ini juga keliru. Harga lelang KPBN [peserta lelang] referensi harga ya tetap harga CPO dunia. Jadi tidak ada yang berubah,” lanjut Tungkot.
Dia pun meminta agar pemerintah khususnya propinsi dan kabupaten turun tangan untuk menjelaskan kebijakan baru, pelarangan ekspor CPO.
“Kementan [Kementerian Pertanian] khususnya Ditjen Perkebunan komunikasi dengan Gapki agar sepaham dan menindaklanjuti surat edaran Dirjenbun yang mengatakan PKS jalan terus dan tidak ada alasan berhenti, dan menurunkan harga TBS,” pungkasnya.
Kebijakan larangan ekspor CPO sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized palm olein dan Used Cooking Oil.
Melalui Permendag 22/2022 ini, Mendag melarang sementara ekspor CPO dan turunannya seperti tertera dalam beleid tersebut.