Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi menunjukkan bahwa Brexit telah membuat harga pangan di Inggris naik 6 persen.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (27/4/2022), penelitian yang dilakukan Pusat Kinerja Ekonomi London School of Economics menunjukkan inflasi pada barang pangan yang diimpor dari Uni Eropa (UE) lebih menonjol.
Misalnya harga daging babi segar, tomat, dan selai dari UE masih lebih tinggi dibandingkan dengan tuna dan buah-buahan eksotis yang diimpor dari kawasan lain.
Studi ini dilakukan selama 2 tahun hingga akhir 2021 dan tidak mengikutsertakan efek pandemi. Kenaikan harga juga diikuti dengan aturan pemeriksaan barang di perbatasan yang akhirnya mengerek biaya logistik.
Kenaikan harga terjadi utamanya setelah kesepakatan dagang yang mengatur keluarnya Inggris dari UE yang mulai berlaku pada Januari 2021.
"Hambatan tambahan di perbatasan seperti pemeriksaan, tambahan waktu tunggu, dan dokumen tambahan [membengkakkan] biaya bagi produsen,” kata para peneliti dalam laporan yang dirilis pada Rabu.
Baca Juga
Kalaupun perusahaan dapat mengalihkan impor, tetapi setiap perubahan akan menimbulkan biaya tambahan. Biaya ini kemudian dapat diteruskan ke konsumen.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson terpilih setelah janjinya untuk segera menyesaikan persoalan Brexit pada Desember 2019. Inggris secara resmi meninggalkan blok tersebut pada 2020.
Hingga saat ini, produk pangan menjadi kategori yang paling terpapar pemeriksaan kesehatan baru dan penundaan perbatasan, yang mengakibatkan penurunan impor dan harga yang lebih tinggi, kata laporan itu.
Harga konsumen naik 7 persen di seluruh Inggris pada Maret, sebuah lonjakan tertinggi sepanjang 3 dekade terakhir.
Inflasi utamanya disebabkan oleh kenaikan harga energi dengan kelangkaan suplai gas alam yang mengerek tagihan listrik.
"Ketika Brexit bukan pendorong utama kenaikan inflasi atau krisis biaya hidup, laporan ini memperlihatkan dengan jelas bukti bahwa itu menciptakan kenaikan substansial pada harga pangan yang akan memukul rakyat miskin," ungkap rekan kelompok riset Changing Europe yang mendanai penelitian tersebut, Jonathan Portes.