Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro menilai positif langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendorong skema bisnis pajak dan royalti (tax and royalty) pada sistem kontrak atau investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) pada tahun ini.
“Saya kira bagus saja jika hal tersebut merupakan modifikasi dari sistem production sharing contract [PSC] yang digunakan saat ini,” kata Komaidi, Selasa (26/4/2022).
Komaidi mengatakan PSC saat ini bakal menarik jika pemerintah memperlebar porsi bagi hasil untuk kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS. Di sisi lain, beban pajak pada KKKS mesti dipersempit untuk menambah daya tarik iklim investasi sektor hulu Migas dalam negeri.
“Sekarang bisa saja menjadi menarik jika bagi hasil untuk KKKS ditambah misalnya, pajak tarifnya dikurangi. Jadi banyak cara untuk menarik investor dan tidak harus mengubah sistemnya,” tuturnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mendorong skema bisnis tax and royalty pada sistem kontrak atau investasi di sektor hulu minyak dan gas (Migas) pada tahun ini. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan langkah itu diambil untuk meningkatkan minat investasi pada sektor hulu Migas di dalam negeri.
Adapun skema bisnis itu tengah dikaji rencana implementasinya di tengah upaya revisi UU Migas No. 22/2001 yang masih berlangsung hingga tahun ini.
Baca Juga
“Kita malah pikirkan tahun ini dan ke depan kita sedang kaji even tax & royalty bisa enggak dan bisa kita terapkan enggak tentunya kita perlu mengubah undang-undang [Migas]. Kita coba lihat bagaimana tahun ini kita bisa mengupayakan itu” kata Tutuka dalam Webinar Hukum Online, Selasa (26/4/2022).
Tutuka berharap manuver itu dapat meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya pada sektor hulu Migas yang belakangan mengalami penurunan realisasi investasi selama lima tahun terakhir.