Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Kain Jeans Indonesia Sulit Berkembang, Ini Alasannya

Pabrikan kain jeans atau denim dinilai termasuk yang sulit berkembang di Indonesia.
Celana denim/Suessewing.co.uk
Celana denim/Suessewing.co.uk

Bisnis.com, JAKARTA - Di antara subsektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), pabrikan kain jeans atau denim termasuk yang sulit berkembang. Ketua Umum Asosiasi Serat, Benang, dan Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan penyebab utamanya adalah berlakunya Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Pakistan sejak 2013.

"Dengan Kakistan ini kita punya PTA. Industri yang terserang itu industri denim. Makanya sekarang denim kita tidak berkembang," kata Redma, dikutip Jumat (22/4/2022).

Dia menjelaskan kain denim berbahan baku kapas. Sedangkan Pakistan merupakan salah satu penghasil kapas terbesar di dunia dengan volume produksi sekitar 3,5 juta ton per tahun. Sementara Pakistan memiliki daya saing pasokan bahan baku, Indonesia harus mendatangkan kapas dari Amerika Serikat.

"Mereka punya kapas, kami tidak punya, harus impor, jadi industri denim yang tidak bisa berkembang," katanya.

Selain Indonesia-Pakistan PTA, kedua negara juga terlibat dalam perjanjian serupa dengan negara-negara Developing 8 atau D8 yang telah berjalan sejak 2011. Anggotanya antara lain Indonesia, Bangladesh, Mesir, Malaysia, Pakistan, Turki, Nigeria, dan Iran.

Di antara anggota D8 yang menjadi pesaing Indonesia adalah Bangladesh dengan industri garmennya yang unggul. Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan penetapan tarif bea masuk impor PTA di antara negara-negara D8 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.57/2022.

Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh sebelumnya mengatakan pengaturan tarif bea masuk tersebut sebenarnya sudah berlaku sejak 2011. Beleid anyar tersebut merupakan revisi dengan berlakunya Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

"Setelah diteliti bahwa untuk komoditas TPT hanya ada 4 HS Code kain. Jadi memang sudah dari awal diantisipasi masuknya komoditas TPT dari negara pesaing kita di D8 seperti Bangladesh, Pakistan, Turki, dan Nigeria," ujarnya.

Sementara itu, Elis memproyeksikan industri TPT bakal tumbuh 3,5 persen pada semester I/2022 terdorong momentum Lebaran dan pembukaan mudik. Pertumbuhan year-on-year (YoY) pada kuartal I/2022 diproyeksi 2,94 persen dilanjutkan dengan triwulan kedua sebesar 4,12 persen. Adapun, pertumbuhan quarter-to-quarter pada triwulan II/2022 ditaksir sebesar 1,63 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper