Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Transaksi Berjalan Diproyeksi Tipis Tahun Ini, Tanda Ekonomi Membaik?

Bank Mandiri memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan 2,15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, membaiknya kondisi perekonomian pada awal tahun membuat proyeksi itu menipis.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit tahun ini berada di rentang –1 persen hingga 0 persen terhadap PDB. Proyeksi itu mengecil dari perhitungan sebelumnya karena perbaikan kondisi ekonomi makro.

Chief Economist Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan bahwa sebelumnya pihaknya memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan 2,15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, membaiknya kondisi perekonomian pada awal tahun membuat proyeksi itu menipis.

"Estimasi terkini kami menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan dapat berkisar antara –1 persen hingga 0 persen terhadap PDB [dibandingkan dengan 0,28 persen terhadap PDB pada 2021]," tulis Faisal dalam risetnya, Senin (18/4/2022).

BMRI menilai bahwa laju impor akan melebihi ekspor dalam beberapa waktu ke depan, seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik. Peningkatan aktivitas investasi dan manufaktur akan menambah permintaan bahan baku dan barang modal, yang mencapai sekitar 90 persen dari total impor.

Di sisi lain, adanya serangan Rusia ke Ukraina memperpanjang tren kenaikan harga komoditas dari yang perkiraan sebelumnya. Dengan demikian, menurut Faisal, faktor itu mendukung kinerja ekspor dan dapat mempertahankan rangkaian surplus neraca perdagangan yang besar untuk beberapa waktu ke depan.

"Pada kuartal II/2022, kami memperkirakan current account deficit dapat mencatatkan surplus or defisit yang kecil [–0,2 persen hingga 0,5 persen terhadap PDB]," katanya.

BMRI menilai bahwa kondisi neraca transaksi berjalan saat ini dapat menjaga stabilitas nilai rupiah dan meminimalisir risiko inflasi dari impor. Selain itu, kondisi saat ini mendukung agenda Bank Indonesia untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga, ketika perlunya menjaga stabilitas di tengah normalisasi moneter global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper