Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Diproyeksi Turun pada April 2022

Josua menilai harga komoditas pada April secara rata-rata sudah mulai stabil meskipun relatif masih tinggi.
Ilustrasi - Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). /Bloomberg-Dimas Ardian
Ilustrasi - Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). /Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus pada Maret 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan disebabkan oleh nilai ekspor yang lebih tinggi daripada nilai impor, di mana nilai ekspor pada bulan Maret 2022 tercatat US$26,50 miliar dan nilai impor tercatat US$21,97 miliar.

Nilai ekspor yang lebih tinggi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, kinerja positif dari sisi perdagangan berlanjut di bulan April 2022. Kendati demikian, surplus neraca perdagangan di bulan April diperkirakan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan Maret.

Josua menjelaskan harga komoditas pada April secara rata-rata sudah mulai stabil meskipun relatif masih tinggi.

"Kita perkirakan bahwa kinerja ekspor akan solid tapi mungkin lebih rendah bila dibandingkan dengan bulan Maret dan pada akhirnya kita melihat bahwa neraca dagangnya juga akan lebih rendah [dibanding Maret 2022] tapi masih akan mencatat surplus," kata Josua kepada Bisnis, Senin (18/4/2022).
 
Kemudian, kata dia, meskipun perang antara Rusia dan Ukraina memberikan dampak positif terhadap kinerja ekspor Indonesia, dia memperingatkan agar pemerintah perlu mewaspadai dari sisi bahan baku, terutama bahan baku yang digunakan untuk industri pangan dan pertanian.

Dia memperingatkan, ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri tak boleh terganggu lantaran dapat mengungkit inflasi pada saat terjadi gangguan supply dari bahan baku, khususnya bahan baku impor.

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah siklus komoditas ataupun commodity supercycle. Josua mengatakan efek kenaikan harga yang terjadi saat ini perlu diimbangi kedepannya.

"Jangan sampai kita sangat mengandalkan dari sisi harga. Artinya pada saat harga-harga komoditas sudah mulai stabil, impornya sudah mulai meningkat, kembali normal, tentunya neraca dagang kita bisa menurun kinerjanya," ujarnya.

Oleh karena itu, Josua menghimbau agar pemerintah bisa meningkatkan hilirisasi sehingga pada saat harga-harga batubara dan CPO kembali pada harga normal, pemerintah sudah lebih siap.  Kemudian, peningkatan produksi dalam negeri juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan.

Dengan begitu, kata Josua, dampak dari imported inflation  pun juga tidak signifikan sehingga dampak kepada konsumennya juga tidak terlalu memberatkan karena harga-harga di tahun ini juga sudah mulai meningkat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper