Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan apapun yang akan diambil pemerintah dalam upaya menyesuaikan tarif listrik atau adjustment pada tahun ini akan memiliki konsekuensi yang berdampak langsung kepada masyarakat maupun keuangan negara dan PLN.
Berita tentang dilema negara dalam menyesuaikan tarif listrik menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Senin (18/4/2022):
Rencana pemerintah melakukan penyesuaian tarif listrik atau adjustment pada tahun ini seperti berada di persimpangan dilema.
Di satu sisi jika penyesuaian tarif listrik dilakukan pada saat yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM, dikhawatirkan bisa menyulut kenaikan inflasi yang membuat harga kebutuhan pokok melambung serta menurunkan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, jika pemberlakukan tarif penyesuaian pada tahun ini kembali ditahan padahal harga minyak mentah dunia masih bertengger pada level tinggi, tentunya akan mempengaruhi keuangan negara.
Inflasi yang makin melaju cepat mendorong bank-bank sentral negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menaikkan suku bunga acuan.
Setelah menahan pengetatan kebijakan moneter agar tidak menggagalkan pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19, bank-bank sentral di kawasan tersebut akhirnya memutuskan bahwa momok kenaikan inflasi tidak bisa lagi diabaikan.
Bank sentral hawkish seperti Bank of Korea dan Reserve Bank of New Zealand mulai melakukan pengetatan dengan sungguh-sungguh, belakangan memberikan kenaikan suku bunga yang melampaui ekspektasi pasar.
China dan Jepang adalah pengecualian. Kedua negara itu masih berpegang teguh pada tingkat yang lebih rendah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Hingga kini perlindungan bagi awak kapal perikanan masih minim dengan regulasi yang tidak jelas meskipun Indonesia merupakan penyuplai pekerja perikanan terbesar di dunia.
International Labour Organization (ILO) mencatat hingga tahun lalu, jumlah pelaut Indonesia mencapai 1.198.476 orang, terbesar di dunia, baik yang bekerja di laut bebas maupun di negara setempat sebagai pelaut residen.
Masih lemahnya perlindungan bagi awak kapal Indonesia karena sejumah alasan, terutama masih banyaknya peraturan yang tidak sinkron dengan aturan internasional dan ratifikasi konvensi internasional yang juga minim.
Tren peningkatan konsumsi bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi di dalam negeri yang tidak sejalan dengan penambahan produksi minyak nasional saat ini menyebabkan beban subsidi APBN untuk biaya impor energi terus bertambah.
Jika tidak dikendalikan, tentunya berdampak pada beban subsidi yang akan makin berat apalagi di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia yang masih melambung tinggi di atas batas psikologis US$100 per barel. Sementara itu, proyeksi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang ditetapkan dalam APBN hanya sebesar US$63 per barel.
Meski akan menjadi pil pahit, setidaknya opsi penyesuaian harga BBM bisa membantu menyehatkan kembali kondisi keuangan di APBN. Selama ini, pemberian subsidi energi, terutama untuk BBM, LPG, dan listrik dinilai cukup ampuh meredam inflasi, pengangguran, hingga kemiskinan.
Hilangnya insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP) tidak lantas menyurutkan konglomerasi Grup Astra untuk menorehkan pertumbuhan penjualan kendaraan roda empat. Bahkan, penjualan mobil Astra telah berada di atas level penjualan pra-pandemi.
Konglomerasi Grup Astra tetap optimistis kinerja akan melaku kencang meskipun diskon PPnBM telah dihilangkan. Faktor pendorong yang menjadi harapan perseroan adalah pemulihan ekonomi yang terus berjalan ke arah positif dan daya beli masyarakat yang kian pulih.