Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan bahwa pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait terus berdiskusi untuk penyesuaian tarif Indonesia Case Based Groups atau INA CBGs.
Tarif INA CBGs adalah cara pembayaran yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit dengan sistem paket yang dibayarkan per episode pelayanan kesehatan, artinya suatu rangkaian perawatan pasien sampai selesai.
“Terkait INA CBGs, DJSN setuju perlunya dilakukan penyesuaian tarif INA CBGs di RS karena sejak tahun 2016 belum ada penyesuaian,” ungkap Muttaqien, Jumat (1/4/2022).
Selain INA CBGs, tarif kapitasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) menurut Muttaqien juga perlu penyesuaian karena sudah 8 tahun atau sejak 2014 belum dilakukan penyesuaian.
Dia juga melaporkan bahwa saat ini pihaknya bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan asosiasi fasilitas kesehatan (Faskes) terus kerja sama dalam penyesuaian tarif yang belum dipastikan kapan rencana penerapannya.
“Kemenkes, DJSN, BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes sedang melakukan diskusi rutin untuk simulasi penyesuaian tarif tersebut,” lanjutnya.
Baca Juga
Muttaqien berharap dari diskusi tersebut dapat mendorong pertumbuhan rumah sakit serta menjauhkan BPJS Kesehatan dari defisit yang sempat terjadi pada 2019.
“Penyesuaian tarif paling tidak harus menemukan titik keseimbangan antara ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan agar tidak kembali defisit, pertumbuhan rumah sakit, dan peningkatan kepuasan peserta,” kata Muttaqien.
Terkait belum adanya kabar kenaikan tersebut, rencana standardisasi kamar rawat inap untuk pemerataan layanan BPJS Kesehatan juga menimbulkan kekhawatiran. Pasalnya, tidak semua rumah sakit memenuhi 12 syarat standar, sehingga memerlukan dana lebih yang membuat manajemen rumah sakit terasa keberatan.
Dalam upaya pemenuhan infrastruktur, Ketua DJSN Andie Megantara menyampaikan akan melakukan pemetaan supply side terutama pada rumah sakit yang terdampak pengurangan jumlah tempat tidur.
Salah satu syarat KRIS adalah ketentuan bahwa dalam satu kamar berukuran 10m2 hanya boleh terisi maksimal empat tempat tidur.
“Upaya yang dilakukan untuk memenuhi infrastruktur adalah pemetaan supply side terutama pada daerah yang terdampak pada pengurangan jumlah tempat tidur dengan menggunakan pendekatan rasio keterisian tempat tidur,” kata Andie pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (31/3/2022).
Selain itu, Andie juga mengusulkan menu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2023-2024 untuk merenovasi bangunan sedang hingga berat dan atau pembangunan gedung rawat inap baru di 40 kabupaten/kota.