Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BSN: Masih Ada Produk SNI Sulit Masuk E-Katalog

BSN menargetkan penambahan 500 SNI setelah sepanjang 2021 merumuskan 553 standar. Adapun secara total, SNI yang sudah dikeluarkan BSN berjumlah 14.070 dengan 2.428 diantaranya sudah tidak aktif.
e-Katalog. /LKPP
e-Katalog. /LKPP

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah upaya pemerintah menggencarkan belanja produk lokal, Badan Standardisasi Nasional (BSN) masih menemukan produk dengan label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sulit masuk e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Kepala BSN Kukuh S Achmad mengatakan hal itu sudah dikeluhkan pelaku usaha pemilik SNI sejak beberapa tahun lalu. Dengan target belanja produk lokal Rp400 miliar oleh pemerintah pusat dan daerah tahun ini, pemberdayaan SNI dalam proses pengadaan barang dan jasa diharapkan ikut terakselerasi.

"BSN akan segera akan berkomunikasi lagi dengan LKPP setelah Presiden memberi arahan yang sangat jelas bagaimana kita menggunakan anggaran belanja pemerintah untuk produk buatan Indonesia," kata Kukuh dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Sebaliknya, Kukuh juga mencatat ada produk yang sudah masuk e-katalog tetapi sulit mendapatkan SNI. Produk kategori tersebut yang menjadi salah satu target BSN untuk pembinaan.

Tahun ini Kukuh menargetkan penambahan 500 SNI setelah sepanjang 2021 merumuskan 553 standar. Adapun secara total, SNI yang sudah dikeluarkan BSN berjumlah 14.070 dengan 2.428 diantaranya sudah tidak aktif.

Dari jumlah yang aktif, 301 di antaranya merupakan SNI wajib. Tahun ini, SNI wajib yang diusulkan dan dibahas ada sebanyak 24, dengan 22 diantaranya di bawah Kementerian Perindustrian.

Kukuh melanjutkan, meski tak terlibat secara langsung, BSN juga memberikan rekomendasi perhitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang menjadi syarat utama suatu produk wajib dibeli kementerian dan lembaga pemerintah.

Keterlibatan BSN dalam perumusan TKDN salah satunya untuk memastikan ketentuan tersebut tidak mandek dan menjadi lebih dinamis menyesuaikan kebutuhan dalam negeri.

"Harus dipahami juga bahwa ada juga produk yang kalau dipaksakan TKDN-nya 40 persen mungkin sulit pemenuhannya, sementara Indonesia memerlukan produk-produk tersebut. Sehingga BSN perlu ikut langsung prosesnya, menyarankan komponen TKDN tidak hanya komponennya," jelas Kukuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper