Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa tagihan kompensasi terhadap PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) akan semakin meningkat karena harga komoditas yang terus melonjak. Pada 2021, saja kewajiban kompensasi telah mencapai Rp109 triliun.
Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita pada Senin (28/3/2022). Dia menyampaikan perkembangan kondisi APBN hingga Februari 2022, baik dari sisi penerimaan, pengeluaran, juga kondisi ekonomi secara umum.
Salah satu poin yang menjadi sorotan dia adalah tingginya harga komoditas secara global, seperti batu bara. Tingginya harga energi membuat biaya produksi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik turut meningkat.
Di tengah kenaikan biaya produksi itu, harga BBM dan listrik tidak mengalami perubahan. Menurut Sri Mulyani, selisih itu ditanggung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melalui pembayaran kompensasi ke Pertamina dan PLN.
"Sampai tiga bulan ini belum ada perubahan [harga BBM dan listrik] sehingga akan menyebabkan kenaikan tagihan kompensasi yang akan kami perhitungkan," ujar Sri Mulyani pada Senin (28/3/2022).
Pada 2021, nilai kompensasi atas harga BBM tercatat senilai Rp30 triliun dan harus dibayarkan ke Pertamina, sedangkan kompensasi listrik adalah Rp17,9 triliun dan harus dibayarkan ke PLN. Namun, ternyata pemerintah masih menunggak kompensasi Rp15,9 triliun pada 2020 yang harus dilunasi kepada Pertamina.
Baca Juga
Menurut Sri Mulyani, berdasarkan audit BPKP, pembayaran kompensasi akan makin melonjak yang salah satunya karena kenaikan harga energi dan komoditas. Biaya kompensasi BBM akan melonjak menjadi Rp68,5 triliun dan kompensasi listrik Rp24,6 triliun.
"Jadi masih ada Rp93,1 triliun, secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban Rp109 triliun, ini hanya sampai akhir 2021. APBN mengambil seluruh shock yang berasal dari [harga] minyak dan listrik," ujar Sri Mulyani.