Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai Presidensi G20, pemerintah Indonesia kembali menegaskan pentingnya penguatan arsitektur dan ketahanan sistem keuangan internasional, di tengah berbagai risiko global.
Dalam pertemuan ketiga G20 International Financial Architecture Working Group (IFAWG), Indonesia menekankan sebagai salah satu prasyarat mencapai pemulihan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan inklusif, tidak ada negara yang tertinggal dan ditinggalkan menuju stabilitas sistem keuangan (SSK) termasuk bagi negara dengan penghasilan rendah dalam menangani pandemi.
Kegiatan yang berlangsung secara virtual pada 24-25 Maret 2022 mengangkat lima topik bahasan yang mengemuka.
Pertama, mendukung negara berpenghasilan rendah dalam menghadapi kerentanan perekonomian dan mengatasi dampak pandemi.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan dukungan dari G20 termasuk upaya meningkatkan ketahanan sistem keuangan melalui penguatan jaring pengaman keuangan global.
IFAWG, kata Erwin, terus mendorong komitmen tersebut melalui penyaluran IMF Special Drawing Right (SDR) oleh negara yang memiliki posisi keuangan eksternal yang kuat.
Baca Juga
"IFAWG menyambut baik kesiapan operasionalisasi IMF Resilience and Sustainability Trust (RST) sebagai salah satu opsi penyaluran SDR guna menanggulangi permasalahan pendanaan jangka panjang, khususnya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons dalam menghadapi pandemi serta penanganan perubahan iklim," kata Erwin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (27/3/2022).
Kedua, upaya G20 meningkatkan peran Multilateral Development Bank (MDBs) guna mendukung agenda pembangunan. Dalam pertemuan tersebut, IFAWG menyoroti pentingnya inovasi model pembiayaan dengan tetap mempertimbangkan kapasitas serta tata kelola dari masing-masing MDB.
Ketiga, upaya G20 dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah dinamika aliran modal antar negara melalui penguatan bauran kebijakan yang diperlukan, khususnya di negara berkembang.
Erwin menyampaikan, IFAWG mendiskusikan pengembangan Macro Financial Stability Policy Framework (MFSPF) oleh Bank for International Settlement (BIS) dan Integrated Policy Framework (IPF) oleh IMF.
"Kedua kerangka bauran kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu negara-negara dalam memahami interaksi antara berbagai kebijakan, termasuk moneter, fiskal, makroprudensial, kebijakan nilai tukar, dan kebijakan pengelolaan aliran modal dalam mengatasi tekanan yang bersumber dari volatilitas aliran modal dan nilai tukar," jelas Erwin.
Keempat, melakukan asesmen terkini atas kondisi kerentanan utang negara berpenghasilan rendah serta bagaimana mengelola utang bagi negara-negara tersebut.
Dan kelima, pentingnya transparansi data utang, praktik yang bertanggungjawab atas pembiayaan berjaminan (collaterized financing) khususnya bagi negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang.
Sebagai informasi, IFAWG merupakan tim kerja G20 yang berfokus untuk untuk memperkuat komitmen dukungan bagi negara berpenghasilan rendah dan rentan, serta meningkatkan ketahanan dan mendorong SSK internasional.
Nantinya, hasil pembahasan IFAWG di bawah Presidensi G20 Indonesia ini akan dilaporkan untuk mendapatkan arahan lebih lanjut dari Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 pada pertemuan bulan April 2022 mendatang di Washington D.C., AS.