Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian mengupayakan skema subsidi pabrikan minyak goreng melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) dapat segera menyentuh pasar.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan skema tersebut berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia, kecuali sejumlah kawasan di Indonesia timur yang tidak memiliki terminal curah.
"Ada skema khusus untuk Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu dekat kami sedang menyiapkan pemenuhan minyak goreng untuk masyarakat dan UMKM [di wilayah-wilayah tersebut]," kata Putu dalam webinar virtual, Rabu (23/3/2022).
Melalui Permenperin No.8/2022, Putu mengatakan program ini sudah mulai berjalan sejak dua hari lalu atau 21 Maret 2022. Sebanyak 81 perusahaan wajib mendaftarkan diri di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Skema tersebut juga mencakup pembayaran subsidi yang dihitung dari selisih harga acuan keekonomian (HAK) dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg. Dalam hitungan hari, penerapan skema tersebut diharapkan mendorong pasokan minyak goreng sawit curah dari pabrikan ke pasar.
"Perusahaan industri telah komit dan telah melakukan kegiatan distribusi sampai kepada pengecer di Kabupaten Kota di sluruh Indonesia," ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan beleid tersebut seharusnya dapat segera mengatasi kelangkaan pasokan minyak goreng yang terjadi di pasar saat ini.
Adapun, pasokan crude palm oil (CPO) ke pabrik minyak goreng tetap berjalan dan mencukupi kebutuhan dalam negeri meski pemerintah telah mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO).
"Seharusnya dgn kebijakan yang baru sudah dapat mengatasi kelangkaan migor sawit. Hanya saja karena masih ada disparitas harga di migor curah, hal ini perlu pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyelewengan," jelas Eddy.
Catatan Gapki menunjukkan produksi CPO pada Januari 2022 sekitar 3,86 juta ton dengan konsumsi domestik sebesar 1,50 juta ton. Dari jumlah tersebut, yang terdistribusi ke sektor pangan termasuk minyak goreng sebesar 591.000 ton.
Sementara itu, sebelum skema subsidi minyak goreng tersebut dikeluarkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mencabut ketentuan DMO dan domestic price obligation. Sebagai gantinya, tarif ekspor dinaikkan untuk mengamankan pasokan CPO di dalam negeri. Dampak dari kebijakan itu, Eddy mengatakan sudah mulai dirasakan penurunan harga minyak sawit domestik.
"Saat ini ada dampak sedikit terhadap penurunan harga minyak sawit dalam negeri, walaupun tidak terlalu signifikan," ujar Eddy.