Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Tegaskan Kenaikan PPN Tidak Akan Dorong Inflasi

Kadin menilai bahwa inflasi sudah terjadi sudah terjadi di Indonesia seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi. Dalam satu tahun terakhir, terjadi tren kenaikan inflasi yang sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid/Kadin.id
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid/Kadin.id

Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin menilai bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen tidak akan mendorong inflasi lebih tinggi. Kadin pun mendukung kenaikan tarif pajak pada 1 April 2022 itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid dalam konferensi pers mengenai inflasi, kelangkaan minyak goreng, dan tanggapan atas kenaikan PPN menjadi 11 persen. Konferensi pers itu berlangsung pada Selasa (15/3/2022) sore.

Arsjad menilai bahwa inflasi sudah terjadi sudah terjadi di Indonesia seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi. Dalam satu tahun terakhir, terjadi tren kenaikan inflasi yang sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi.

Pada Februari 2021, inflasi tercatat berada di 1,38 persen dan merangkak naik hingga pada Desember 2021 mencapai 1,87 persen. Kenaikan terjadi pada Januari 2022 dengan inflasi 2,18 persen, meskipun sedikit melambat pada Februari 2022 menjadi 2,06 persen, tetapi tetap lebih tinggi dari posisi setahun sebelumnya.

Arsjad menilai bahwa kenaikan inflasi sangat terpengaruh oleh faktor eksternal, khususnya terganggunya rantai pasok global selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan biaya logistik meningkat. Oleh karena itu, dia menilai bahwa kenaikan PPN tidak akan mengubah kondisi inflasi.

"Inflasi ini tidak disebabkan oleh kenaikan PPN, kenaikan inflasi itu lebih disebabkan situasi politik dunia, bukan Indonesia tetapi kita bicara dunia yaitu konflik Rusia dan Ukraina yang menyebabkan tantangan stabilitas perdagangan global," ujar Arsjad pada Selasa (15/3/2022).

Dia menilai bahwa inflasi terjadi secara global, baik di negara-negara maju maupun berkembang. Pemulihan ekonomi yang meningkatkan permintaan dan perdagangan membuat inflasi naik secara bertahap.

Meletusnya konflik Rusia dan Ukraina menyebabkan harga energi global mengalami kenaikan. Menurut Arsjad, hal tersebut semakin mendorong kenaikan inflasi, yang memang sudah terjadi sebelum invasi di Eropa Timur itu terjadi.

Wakil Ketua Umum Kadin Suryadi Sasmita pun menyampaikan hal serupa, bahwa sebelum ada isu kenaikan PPN pun tren inflasi memang meningkat. Oleh karena itu, Kadin tetap mendukung pemberlakuan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022.

"Kita inflasi dulu [naik] nih, baru ada kenaikan PPN. Lagipula, PPN kalau naik 1 persen untuk manufaktur itu sebetulnya tidak besar. Saya tidak melihat kenaikan PPN ini akan memengaruhi inflasi," ujarnya.

Suryadi pun menghimbau agar para pengusaha tidak lantas menaikkan harga-harga barang ketika kenaikan PPN berlaku. Selain itu, Kadin meminta pemerintah untuk memberikan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) terhadap kebutuhan pokok yang belum mendapatkan insentif, agar masyarakat tidak terbebani.

"Barang Rp1.000 kalau naik 1 persen itu berarti naik Rp10, untuk mengubah sistem [terhadap kenaikan harga] saja itu cost-nya tinggi," ujar Suryadi dalam kesempatan yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper