Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April mendatang sangat tidak ideal.
Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen sudah diamanatkan dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif tersebut dilakukan secara bertahap, dimana pada 2025 PPN akan kembali naik menjadi 12 persen.
Kendati demikian, ada beberapa hal yang perlu dicermati, sebelum pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk menerapkan
Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan Ajib Hamdani menyampaikan, Indonesia saat ini sedang dalam masa transisi yang sangat strategis, yaitu dari pandemi menuju ke arah endemi.
Selain itu, dia menambahkan ekonomi sedang menemukan momentum untuk kembali rebound. Bahkan, pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi di akhir 2022 secara agregat 4,8-5,5 persen.
Kendati demikian, menurut Ajib, ada masalah ancaman lain yang dihadapi yaitu inflasi.
Baca Juga
"Ketika ekonomi kita sedang mencoba menemukan keseimbangan baru, kondisi supply dan demand kita sedang mengalami proses perubahan dan risiko yang ada di dalam inflasi," kata Ajib kepada Bisnis, Senin (14/3/2022).
Melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini, Ajib memperkirakan potensi ekonomi hingga akhir tahun bisa sampai di atas 3 persen. Kondisi inilah yang menurutnya sangat tidak ideal karena inflasi tentunya akan menggerus daya beli dan akan menambah beban masyarakat.
Dengan dua poin tadi, Ajib menyarankan agar sebaiknya pemerintah menunda tarif PPN sampai pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik dan inflasi sudah terkendali. Menurutnya, itulah momentum yang paling tepat untuk menaikkan tarif PPN dari 10 ke 11 persen.
"Kalau kita ditanya idealnya bagaimana ya dunia usaha akan memandang idealnya kenaikan tarif PPN itu kebijakannya diterapkan ketika ekonomi sudah kembali di atas 5 persen dan inflasi relatif sudah terkendali maksimal 3 persen," ungkapnya.