Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PCR dan Antigen Dihapus, Inaca: Maskapai Lebih Mudah Negosiasi dengan Lessor

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan terbitnya aturan tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah menggeliatkan ekonomi di industri penerbangan.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja./Dok. Istimewa
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja./Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Adanya potensi peningkatan pergerakan penumpang pesawat setelah terbitnya syarat perjalanan baru diharapkan bisa mempermudah proses negosiasi maskapai dengan para lessor.

Seperti diketahui efektif per 8 Maret 2022, Pelaku Perjalanan Dalam Negeri yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau vaksinasi dosis ketiga atau booster tidak diwajibkan menunjukan hasil negatif tes RT-PCR atau rapid test antigen.

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan terbitnya aturan tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah menggeliatkan ekonomi di industri penerbangan. Secara umum, dia mengapresiasi terbitnya kebijakan baru tersebut. Terlebih sebelum mengimplementasikan beleid baru, pemerintah tentunya sudah melakukan investigasi di lapangan terlebih dahulu.

Dia berpendapat imbas kebijakan tersebut bisa mengerek jumlah pergerakan penumpang. Membaiknya pergerakan menjadi sinyal positif bagi maskapai yang saat ini tengah bernegosiasi dengan lessor dalam melakukan restrukturisasi.

“Jika tren pergerakan [penumpang dan pesawat] menunjukan kenaikan tentu strategi dan negosiasi dengan para mitra-mitra seperti lessor akan lebih solutif,” ujarnya, Rabu (9/3/2022).

Lebih jauh, Denon yang juga wakil ketua Kadin bidang perhubungan tak menampik terbitnya aturan baru tersebut juga berarti bakal menghadapi tantangan. Oleh karena itu, Denon menegaskan untuk menyelesaikan persoalan dan tantangan yang timbul kedepannya secara bertahap karena tidak bisa sekaligus dilakukan.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 telah memukul jumlah penumpang pesawat baik domestik maupun internasional. Maskapai penerbangan terpaksa memangkas frekuensi dan jaringan rute yang telah dibuka sebelum pandemi.

Dampaknya, banyak pesawat yang menganggur di hanggar padahal maskapai harus membiayai perawatannya meski tak digunakan. Sebagai alternatifnya, maskapai bernegosiasi dengan lessor untuk menunda atau memperpanjang pembayaran sewa. Sebaliknya adapula yang memilih mengembalikan jenis pesawat lebih dini kepada lessor.

Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto menceritakan kondisi banyaknya maskapai pemerbangan yang memilih menyewa pesawat kepada lessor ketimbang membeli pesawat baru. Dia mengatakan tren menyewa pesawat dari lessor mulai marak dalam sepuluh tahun belakangan.

“Sebelumnya maskapai kalau mengadakan pesawat selalu membeli baru dengan modal atau kredit bank,” ujarnya.

Bayu menjelaskan maskapai memilih menyewa dari lessor dengan mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya, peningkatan harga seiring dengan pemutakhiran teknologi. Semakin tinggi teknologinya, harga pesawat kian mahal.

Bayu mencontohkan harga pesawat Airbus A320 yang bisa dilego mencapai US$55-60 juta per unit. Dengan harga yang sama, perusahaan maskapai bisa menyewa sepuluh armada dengan jenis serupa.

Selain harga, ketidakpastian ekonomi menjadi pertimbangan utama perusahaan untuk memutuskan melakukan pengadaan pesawat melalui mekanisme sewa. Terlebih bisnis penerbangan sangat bergantung terhadap kondisi perekonomian.

Bayu menerangkan ada berbagai tipe kontrak leasing atau sewa pesawat. Tipe-tipe kontrak ini bergantung pada kebutuhannya. Di Indonesia, kata dia, ada maskapai yang menyewa pesawat dalam jangka pendek untuk kebutuhan waktu-waktu tertentu.

Salah satunya Garuda Indonesia. Garuda beberapa kali menyewa pesawat untuk kebutuhan haji. Pola sewa jangka pendek ini memungkinkan seluruh kebutuhan pesawat, termasuk awak penerbangan dan kru maintenance, disediakan pihak lessor.

Meski demikian, pengadaan pesawat melalui skema sewa memiliki risiko. “Risikonya adalah kalau lessor-nya nakal,” tutur Bayu


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper