Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tukang Daging Mogok, Asosiasi Ungkap Aroma Praktik Kartel

Kenaikan harga daging sapi dari distributor membuat sebagian pedagang memutuskan melakukan mogok sampai pemerintah kembali menstabilkan pasokan.
Ilustrasi - harga daging sapi/Freepik.com
Ilustrasi - harga daging sapi/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Mogok pedagang daging yang dilakukan di sejumlah pasar di Jabodetabek disebabkan mahalnya modal yang harus disediakan yang berujung rendahnya minat masyarakat berbelanja. 

Sekretaris DPD Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Tubagus Mufti Bangkit Sanjaya mengatakan kenaikan harga daging sapi dan kerbau di sejumlah pasar Jabodetabek disebabkan karena praktik kartel yang dilakukan oleh distributor dan importir daging beku swasta.

Dugaan itu, kata Tubagus, berdasar pada ketersediaan daging yang belakangan disebut surplus mencapai 31.153,4 ton oleh Kementerian Pertanian. Masalahnya, kata Tubagus, pedagang di lapangan tidak dapat mengakses pasokan itu. Akibatnya harga melonjak.

“Perum Bulog ditugaskan untuk impor tetapi untuk distribusi ini Bulog merekrut mitra penjualan, importir swasta dan distributor swasta yang besar-besar pemilik gudang inilah yang sebenarnya memainkan harga jadi bukan perkara pasokan,” kata Tubagus melalui sambungan telepon, Kamis (3/3/2022).

Menurut Tubagus, harga yang diterima pedagang cenderung sudah terlalu mahal atau memiliki margin mencapai Rp30.000 dari gudang penyimpanan milik distributor atau importir swasta rekanan Bulog tersebut. Harga yang sudah dipatok mahal itu belakangan ikut mengerek naik harga daging sapi dan kerbau yang dijual ke masyarakat.

Sementara itu, kata dia, manuver pemerintah untuk memperluas izin impor sapi dan kerbau bakalan dari Meksiko dan Brasil justru akan memperburuk praktik kartel di dalam negeri. Menurut dia, pemerintah perlu memastikan kontrol harga dan komitmen distributor dan importir untuk menetapkan harga sesuai harga eceran tertinggi atau HET.

“Perluasan impor ke swasta justru akan membentuk kartel-kartel baru masuk, pemerintah mesti mengontrol harga dari jenjang harga yang ditetapkan oleh Bulog harus dipatuhi oleh importir dan distributor ini,” kata dia.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memutuskan untuk melibatkan importir swasta terkait dengan pembelian sapi dan kerbau bakalan dari Brasil dan Meksiko mulai paruh kedua tahun ini. Manuver itu dilakukan setelah harga daging sapi dan kerbau melonjak mengikuti harga beli dari Australia sejak triwulan keempat 2021.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo mengatakan kenaikan harga daging sapi dan kerbau saat ini disebabkan karena ketergantungan pasokan dalam negeri dari impor tunggal dari Australia. Konsekuensinya, harga daging domestik ikut terkerek naik kendati ketersediaan dalam negeri diklaim surplus cukup lebar mencapai 2.736,7 ton hingga Mei 2022.

“Dengan Australia saat ini mereka naikan harga sampai US$4,4 per kilogram sementara kita tidak bisa apa-apa, kita harus keren begitu loh, kita negara hebat untuk menghadapi asing itu kita harus punya kedaulatan pangan supaya mereka tidak semena-mena dengan kita,” kata Arief melalui sambungan telepon, Kamis (3/3/2022).

Berdasarkan catatan Gapuspindo, harga impor sapi bakalan jantan dari Australia pada November 2021 berada di angka US$3,65 per kilogram (CIF) atau setara dengan Rp56.574 per kilogram (landed kandang). Selang tiga bulan, harga beli sapi dari Australia itu mengalami kenaikan 24,1 persen menjadi US$4,53 atau Rp70.413 per kilogram pada Februari 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper