Bisnis.com, JAKARTA – Lonjakan harga minyak mentah akibat dampak perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mencancam keluarnya investor asing dari pasar modal India dan Korea Selatan.
Dilansir Bloomberg, dengan minyak mentah Brent melampaui US$110 per barel, prospek dua importir minyak terbesar di Asia tersebut memudar. Hal itu diperparah dengan mata uang rupee dan won yang mencatat kinerja terburuk di Asia.
Di saat bursa saham di Mumbai dan Seoul telah terpukul dari kekhawatiran atas kenaikan suku bunga Federal Reserve dan aksi jual sektor teknologi, analis melihat keduanya lebih rentan terhadap sentimen risk-off.
Tim analis Morgan Stanley mengatakan kenaikan biaya dapat menekan keuntungan perusahaan di kedua negara pada saat pertumbuhan pendapatan di Asia tertinggal dari negara lainnya.
“Harga minyak yang lebih tinggi sangat negatif untuk India, Korea dan Taiwan, yang merupakan importir minyak besar,” tulis tim analis Morgan Stanley termasuk Jonathan Garner, dilansir Bloomberg, Rabu (2/3/2022).
Indeks Kospi Korea Selatan mencatat terburuk di antara indeks utama di Asia tahun ini. Sejak awal tahun, Kospi telah melemah hingga 9 persen. Sementara itu, indeks S&P BSE Sensex India telah melemah 5 persen year-to-date (ytd), sedangkan MSCI Asia Pacific Index turun sekitar 6 persen ytd.
Baca Juga
Analis Bloomberg Intelligence memperkirakan kenaikan 80-100 basis poin terhadap risiko perkiraan inflasi rata-rata 5,9 persen untuk India pada tahun fiskal 2022 yang dimulai April, jika harga komoditas tetap tinggi.
Sementara itu, Gubernur Bank of Korea pekan lalu memperingatkan bahwa perang dapat memicu inflasi lebih lanjut yang diproyeksikan akan tetap di atas 3 persen.
Kedua negara mencatat net capital outflow sepanjang tahun ini. Nomura Holdings Inc. bahkan memperkirakan arus modal keluar akan berlanjut menyusul invasi Rusia ke Ukraina.
Bursa India mencatat outlow modal asing sebesar US$9,3 miliar pada tahun 2022, terbesar di antara pasar negara berkembang Asia, kecuali China. Sementara itu, outflow di pasar modal Korea Selatan mencapai US$2,9 miliar.
“Meskipun kepemilikan asing di pasar seperti India dan Korea telah menurun di tengah aksi jual baru-baru ini, kepemilikan asing atas ekuitas masih jauh lebih besar saat ini dibandingkan level sebelum Covid karena kenaikan yang didorong oleh valuasi di pasar,” tulis tim analis Nomura yang dipimpin oleh Chetan Seth.