Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) angkat suara soal penolakan terhadap penindakan kendaraan berdimensi dan bermuatan lebih atau over dimension dan over load (ODOL) di jalan raya.
Seperti diketahui, Kemenhub dan Korlantas Polri sedang mendorong upaya pemberantasan truk ODOL yang melintasi jalan raya. Ke depannya, Indonesia ditargetkan bebas kendaraan ODOL pada awal 2023 mendatang.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, industri logistik di Indonesia tidak memerhatikan terkait dengan daya angkut kendaraan, serta dampaknya terhadap kerusakan jalan dan keselamatan.
"Logistik di kita itu banyak yang tidak memerhatikan terkait dengan daya angkut kendaraan, kerusakan jalan dan keselamatan," jelas Budi kepada Bisnis, Rabu (23/2/2022).
Budi mengatakan saat ini Kemenhub serta Korlantas Polri terus melakukan pengawasan terhadap truk ODOL dengan memanfaatkan Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang. Apabila ada kendaraan yang melanggar batas ketentuan dimensi dan muatang barang, maka akan ditindak dan dilakukan penegakan hukum.
Berdasarkan catatan Bisnis, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sempat merincikan bahwa terdapat 141 UPPKB atau jembatan timbang yang beroperasi di Indonesia.
Baca Juga
Budi mengklaim bahwa berdasarkan perhitungan jembatan timbang, terdapat beberapa kendaraan yang melanggar batas toleransi kelebihan muatan angkutan barang. Dia menyebut ada kendaraan ODOL yang bahkan melampaui batas toleransi hingga 100 persen.
"Banyak pelaku logistik, operator kendaraan, termasuk pengemudi itu pelanggarannya sampai 100 persen batas toleransinya. Kita itu punya batas 5 persen, tapi daya muat itu diangkut lebih dari 100 persen," ungkapnya.
Budi menyebut akan segera melakukan komunikasi dengan asosiasi pengusaha maupun pengemudi truk terkait dengan penindakan truk ODOL.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indoensia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, keluhan utama para pengemudi yakni pengenaan tilang kepada mereka yang mengemudi truk ODOL. Padahal, lanjutnya, banyak pemilik barang yang juga "nakal" dengan memuat barang-barang dengan muatan berlebih.
Gemilang mengatakan saat ini terjadi persaingan tidak sehat dalam ekosistem logistik darat, khususnya yang menggunakan truk. Dia mengatakan pemilik barang seharusnya ikut menaati peraturan dimensi dan muatan barang, namun hal tersebut tidak terjadi di lapangan. Banyak dari industri-industri besar yang memuat barang-barangnya yang melebihi kapasitas muatan ke dalam truk angkutan barang.
Di samping itu, Gemilang mengklaim sebelumnya telah menyampaikan keluhan ini berkali-kali ke pemerintah. Saat ini, dia menilai pengemudi yang akan menemukan risiko lebih besar di jalan. Para pengemudi truk ODOL yang nantinya akan berhadapan langsung dengan petugas di lapangan. Apalagi, saat ini pemerintah dan aparat kepolisian tengah gencar mengawasi dan menindak truk ODOL yang nekat melintasi jalan raya.
"Sebetulnya selama ini sudah kita sampaikan berulang kali pada pemerintah bahwa, pengguna jasa kita atau pemilik barang ini, harusnya mengikuti aturan juga. Mereka tuh, terutama industri-industri besar memuat [barang] di truk dengan melebihi kapasitas yang seharusnya," tuturnya.
Ironinya, di lingkungan kementerian/lembaga, Gemilang menyebut masih banyak yang belum menginstruksikan pelarangan penggunaan kendaraan angkutan barang yang melanggar standar. Khususnya, kementerian/lembaga yang berhubungan dengan jasa konstruksi.
Adapun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengeluarkan instruksi Menteri PUPR No.02/IN/M/2022 tentang larangan penggunaan kendaraan berdimensi lebih dan atau bermuatan lebih pada penyelenggaraan jasa konstruksi.
"Jadi, kalau sudah demikian, pengawas di bidang pembiayaan pembangunan pun sudah bisa bertindak, ketika dilihat anggaran digunakan bukan untuk kendaraan yang [memenuhi] standar. Mereka juga bisa ditindak. Itu lebih efektif ketimbang kita yang di jalan diuber-uber," ujarnya.