Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) mengumumkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 4,4 persen pada 2022, turun 0,5 persen dari sebelumnya karena penurunan ekonomi di Amerika Serikat dan China.
"Dalam kasus Amerika Serikat, ini karena lebih kecilnya kemungkinan pengesahan paket fiskal build back better dan penarikan lebih awal akomodasi moneter yang luar biasa dan gangguan pasokan yang berkelanjutan," kata Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF Gita Gopinath dalam pemaparan virtual terkait dengan World Economic Outlook pada Selasa (25/1/2022) waktu Washington, D.C.
Sementara itu, penurunan peringkat China mencerminkan berlanjutnya krisis di sektor real estat dan pemulihan konsumsi swasta yang melemah dari perkiraan sebelumnya.
Kendati demikian, IMF meyakini tingkat suplai dan permintaan akan membaik pada tahun ini. Harga energi dan makanan akan tumbuh moderat pada 2022. Dengan asumsi ekspektasi inflasi tetap terjaga, maka inflasi diperkirakan akan mereda pada 2023.
Gopinath mengungkapkan bahwa perkiraan kenaikan harga baik di negara berkembang dan negara berkembang yang lebih maju akan bertahan lebih lama.
"Seiring dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih luas tahun ini, ekonomi perlu beradaptasi dengan lingkungan global dengan suku bunga yang lebih tinggi," ujar Gopinath.
Baca Juga
Dia memperingatan bahwa pasar negara berkembang dengan pinjaman mata uang asing yang besar dan kebutuhan pembiayaan dari luar negeri harus bersiap untuk potensi turbulensi di pasar keuangan dengan memperpanjang jatuh tempo utang.
Dalam laporan IMF tersebut juga disebutkan bahwa pertumbuhan global akan melambat pada 2023 menjadi 3,8 persen.