Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Saja Harta Karun di Dalam Lumpur Lapindo? 

ESDM kini terus mengkaji potensi kandungan logam tanah jarang dan critical raw material dalam lumpur Lapindo.
Sejumlah wisatawan melihat seratus patung sisa peringatan 8 tahun semburan lumpur lapindo yang ada area tanggul penahan lumpur Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (10/5)./Antara
Sejumlah wisatawan melihat seratus patung sisa peringatan 8 tahun semburan lumpur lapindo yang ada area tanggul penahan lumpur Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (10/5)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pengeboran Lapindo Brantas yang menyebabkan banjir lumpur atau Lumpur Lapindo pada 2006 ternyata menyimpan harta karun langka di bumi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengkaji potensi kandungan logam tanah jarang dan critical raw material dalam lumpur tersebut. 

Kajian potensi harta karun berupa mineral pertambangan timah yang sempat dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar. 

Di Sumatra terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang. Pulau Bangka Belitung memiliki sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang. 

Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Sementara itu, Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen.

Logam tanah jarang antara lain terdiri dari Skandium, yttrium, praseodimium, prometium, yatterbium, dan lainnya dianggap sebagai logam langka. Kelangkaan logam ini karena hanya sering ditemukan pada deposit-deposit bijih lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan lantanida. 

Industri pesawat terbang menggunakan skandium dalam membuat komponennya. Sementara itu, Yttrium dipakai untuk membuat europium pada TV fosfor merah.

Selain itu, dalam dunia kesehatan pun logam ini juga bermanfaat. Timah tanah jarang digunakan pada teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Pembangkit dan penyimpanan listrik, pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai juga menggunakan logam ini.

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eko Budi Lelono mengatakan akan menindaklanjuti temuan ini. Hasil dari temuan pada 2021 masih enggan dibeberkan oleh Eko. 

“Hasilnya masih dalam proses ini baru selesai di tahun 2021, jika ini sudah selesai secara menyeluruh akan disampaikan,” tuturnya. 

Dia berharap lembanganya dapat mengetahui potensi logam jarang yang ada di Lumpur Lapindo itu setelah penjajakan intensif pada tahun ini.

Jika melihat dari segi kepemilikan, punya siapa Lumpur Lapindo ini? Muncul pertanyaan lain bahwa siapakah yang akan mengeruk keuntungan ini? Sebagai informasi, ganti rugi akibat Lumpur Lapindo berasal dari pihak Lapindo dan sebagian oleh pemerintah. 

Melansir dari Bisnis.com, pihak Bisnis mengonfirmasi kepada Sekretaris Perusahaan Minarak Group Ananda Arthaneli. Menurutnya, status kawasan mengacu kepada peta area terdampak (PAT) 22 Maret 2007.

"Bahwa tanah dan bangunan tersebut [kini tertimbun lumpur Lapindo] yang merupakan bagian dalam PAT 22 Maret 2007 yang sudah dilakukan jual beli oleh PT Minarak Lapindo Jaya," katanya, Minggu (23/1/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper