Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tampaknya akan segera menyita aset PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Aburizal Bakrie, terkait dengan utang dana talangan bencana Lumpur Lapindo senilai Rp2 triliun.
Pasalnya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyampaikan bahwa saat ini urusan penagihan utang Lapindo telah dilimpahkan ke Panitia Piutang Urusan Negara (PUPN).
Berdasarkan Undang-undang No. 49/Prp/1960, PUPN merupakan lembaga interdepartemental dengan salah satu kewenangannya adalah menyita aset debitur yang tidak mampu atau tidak memiliki iktikad untuk melunasi utang.
"[Utang] Lapindo itu sudah saya serahkan kepada PUPN Cabang Jakarta. Jumlahnya Rp2 triliunan," ujar Rionald di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Rionald menyatakan langkah itu ditempuh setelah Kemenkeu berulang kali menyurati Lapindo. Akan tetapi, hingga 4 tahun semenjak jatuh tempo atau tepatnya pada 2019, utang ini belum juga terselesaikan.
Berdasarkan LKPP Kementerian Keuangan Tahun 2020, Lapindo memiliki utang jangka panjang Rp773.382.049.559, belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian. Jika ditotal, utang Lapindo tembus Rp2,2 triliun.
Baca Juga
Utang itu berasal dari pinjaman Dana Antisipasi Penanganan Luapan Lumpur Lapindo Sidoardjo oleh Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.
Bisnis mencatat, perusahaan milik keluarga Bakrie ini memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar pada Maret 2007. Namun, uang yang ditarik hanya sebesar Rp773,38 miliar.
Perjanjian pinjaman ini memiliki tenor selama 4 tahun dengan suku bunga 4,8 persen. Adapun, denda yang disepakati adalah 1/1000 per hari dari nilai pinjaman dan Lapindo berjanji akan mencicil 4 kali sehingga lunas pada 2019 silam.
Akan tetapi, Lapindo baru mencicil 1 kali sejak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 terkait Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Tedampak 22 Maret 2007.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memerinci bahwa tagihan kepada Lapindo terdiri atas nilai pokok sebesar Rp773,38 miliar, bunga Rp163,95 miliar, dan denda mencapai Rp981,42 miliar.
BPK juga mencatat pemerintah telah mengupayakan eksekusi penagihan kepada Lapindo dengan penagihan pada Juli 2019 dan September 2019.
Namun, pada 19 Desember 2019, Lapindo meminta kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan pembayaran dengan asset settlement atau penyerahan aset.