Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menemukan adanya logam tanah jarang atau critical raw material di dalam lumpur Lapindo, Sidoarjo.
Apa itu logam tanah jarang (LTJ)? Antara lain terdiri dari Skandium, yttrium, praseodimium, prometium, yatterbium dll dianggap sebagai logam langka karena sering ditemukan pada deposit-deposit bijih lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan lantanida.
Skandium biasnya dipakai untuk membuat komponen pesawat terbang. Yttrium dipakai untuk membuat europium pada TV fosfor merah.
Praseodimium bisa digunakan untuk magnet tanah jarang, laser, bahan inti untuk lampu karbon, pewarna pada kaca dan enamel, aditif untuk kaca didymium yang dipakai pada kacamata las, produk feroserium (flint).
Prometium adalah bisa digunakan untuk baterai nuklir, cat berpendar. Yttrium digunakan untuk laser inframerah, agen pereduksi kimia, suar pengecoh, baja nirkarat.
Adapun logam langka , tetapi logam-logam ini cukup melimpah jumlahnya di kerak bumi, tetapi sangat sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak, sehingga nilai ekonominya kecil. Sumber-sumber deposit logam langka yang banyak dan bernilai ekonomis biasanya menyatu menjadi mineral tanah jarang.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono menuturkan sedang melakukan mengkaji intensif terkait berapa besar potensi kandungan logam tanah jarang di Lumpur Lapindo.
Sebagai gambaran, timah dan logam tanah jarang memiliki hubungan yang cukup erat. Logam tanah jarang diperoleh dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit. Jenis ini paling memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sejumlah produk.
Selain itu, timah tanah jarang juga dapat dimanfaatkan untuk industri kesehatan, seperti teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Lainnya adalah pembangkit listrik, penyimpanan listrik, dan pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai.
Kajian potensi mineral pertambangan timah yang sempat dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar. Di Sumatra terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang.
Kemudian di Pulau Bangka Belitung sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang.
Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Kemudian Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen.
“Mudah-mudahan kita bisa tahu seberapa besar potensi logam tanah jarang yang ada di Sidoarjo,” tuturnya.
Adapun kajian intensif itu merupakan hasil tindak lanjut dari penjajakan awal yang sempat dilakukan oleh Badan Geologi bekerja sama dengan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara pada 2020.
“Secara umum di daerah ini di Sidoarjo memang ada indikasi terkait dengan keberadaan logam tanah jarang ya, selain itu ada logam lain ada critical raw material yang jumlahnya justru lebih besar,” kata Eko dalam konferensi pers, Jumat (21/1/2020).
Eko menuturkan bahwa lembaganya akan menindaklanjuti indikasi logam jarang dan critical raw material itu pada tahun ini. Hanya saja, dia enggan membeberkan hasil penjajakan awal terkait dengan potensi kandungan logam jarang dan critical raw material tersebut.
“Hasilnya masih dalam proses ini baru selesai. Jika ini sudah selesai secara menyeluruh akan disampaikan,” tuturnya.
Dia berharap lembanganya dapat mengetahui potensi logam jarang yang ada di Lumpur Lapindo itu setelah penjajakan intensif pada tahun ini. (Nyoman Ary Wahyudi)