Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) menyayangkan langkah pemerintah untuk membuka keran impor gula mentah untuk bahan baku gula kristal putih atau konsumsi mencapai 891.627 ton pada tahun ini.
Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen
Soemitro beralasan alokasi impor yang relatif lebar itu bakal menjatuhkan nilai harga jual gula konsumsi hasil gilingan petani di pasar. Selain itu, kata Soemitro, pembukaan keran impor itu tidak berdasar pada ketersediaan stok yang dinilai masih cukup hingga masa panen pada Mei 2022.
“Kita petani dibayang-bayangi kejatuhan harga, padahal komponen untuk menghasilkan tebu itu sudah naik. Biaya tenaga kerja, pupuk, faktor-faktor pendukung seperti ongkos angkut, tebang semuanya naik,” kata Soemitro melalui sambungan telepon, Jumat (21/1/2022).
Baca Juga
Bahkan, Soemitro mengatakan pemerintah justru menurunkan daya saing harga petani di pasar dengan mendatangkan gula konsumsi dari luar negeri. Menurut dia, kuota impor gula konsumsi atau Gula Kristal Putih (GKP) bersama dengan gula industri terlalu berlebihan pada tahun ini.
“Kebanyakan impor itu, gula konsumsi dan industri terlalu banyak, kekhawatiran kita ini harga gula naik itu saat kita tidak punya gula turun justru ketika kita punya gula, celaka itu,” kata dia.
Kuota impor gula mentah untuk konsumsi ini jauh meningkat daripada alokasi untuk 2021 sebesar 680.000 ton. Pemerintah juga berencana kembali mengimpor GKP sebagai cadangan pemerintah sebanyak 150.000 ton yang akan ditugaskan kepada BUMN.
Sementara itu, APTRI menyatakan ketersediaan awal gula konsumsi untuk tahun ini mencapai 1,2 juta ton. Jumlah tersebut lebih tinggi 400.000 ton daripada data pemerintah yang menunjukkan stok awal di kisaran 800.000 ton.
Adapun, ketersediaan awal gula konsumsi itu diproyeksikan dapat bertahan hingga musim panen di sejumlah daerah pada Mei 2022. Beberapa sentra perkebunan yang diperkirakan masuk panen saat itu terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung dan Medan.
“Tapi kok impor gula sampai satu juga lebih, ini mau dijual kemana? Itu kalau mau dijual ke pasar, gula kita yang panen itu harganya hancur,” tuturnya.
Adapun, hasil rapat koordinasi terbatas atau Rakortas Tingkat Menteri pada 26 Oktober 2021 menyepakati alokasi impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi mencapai 4,37 juta ton pada tahun ini.
Perinciannya, gula kristal rafinasi atau GKR sebanyak 3,48 juta ton dan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sebanyak 891,627 ton. Secara keseluruhan kuota impor itu mengalami kenaikan 5 persen dari tahun sebelumnya yang berada di posisi 3,78 juta ton.