Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya sinyal praktik kartel atau persekongkolan dalam kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Tetapi, KPPU masih memerlukan penyelidikan lanjutan untuk membuktikan dugaan awal tersebut.
Analisis struktur pasar yang dilakukan KPPU menunjukkan bahwa sejumlah produsen minyak goreng memiliki pangsa yang mendominasi. Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala mengatakan 4 produsen utama memiliki pangsa pasar berturut-turut sebesar 14 persen, 13,3 persen, 11 persen, dan 8,2 persen.
Penghitungan rasio konsentrasi dari 4 produsen tersebut atau CR(4) menunjukkan total pangsa mencapai 46,5 persen yang menunjukkan bahwa pasar bersifat monopoli dan mengarah ke oligopoli. Temuan dari studi yang dilakukan KPPU juga mengungkap bahwa para produsen dengan pangsa besar sejatinya terintegrasi secara vertikal.
Pasar minyak goreng didominasi oleh produsen atau perusahaan yang juga memiliki usaha perkebunan, produsen minyak sawit mentah atau CPO, dan juga turunan lain termasuk margarin dan minyak goreng.
"Dari temuan kami, pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar terbesar itu sebenarnya terintegrasi secara vertikal di mana dia bagian dari kelompok usaha perkebunan kelapa sawit," kata Mulyawan dalam konferensi pers, Kamis (20/1/2022).
Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPPU Ukay Karyadi mengisyaratkan kenaikan harga minyak goreng seharusnya bisa dihindari jika melihat hubungan vertikal antara mayoritas produsen minyak goreng dengan usaha perkebunan sawit.
Baca Juga
Namun, dia menduga terdapat keputusan bisnis yang membuat pelaku usaha turut menaikkan harga bahan baku ke pabrik minyak goreng dalam negeri seperti harga pasar global. Meski harga CPO global yang tinggi cenderung lebih menguntungkan bisnis daripada memasok ke pasar domestik, pengusaha tidak lantas bisa menghentikan pasokan ke pabrik produk olahan di dalam negeri.
Oleh karena itu, lanjut Ukay, pelaku usaha turut menaikkan harga minyak sawit ke pasar domestik. "Tentunya yang paling aman adalah menyamakan, setidaknya menaikkan harga CPO yang dijual ke pabrik minyak goreng yang juga merupakan afiliasi sendiri," kata Ukay.
Ukay mengatakan jika kebijakan ini diadopsi oleh salah satu usaha, maka harga di dalam negeri seharusnya tidak naik secara bersamaan. Dia mengatakan tren kenaikan harga di tingkat eceran cenderung naik pada saat yang bersamaa, terlepas dari fakta bahwa produsen minyak goreng berafilisasi dengan usaha perkebunan masing-masing.
"Perilaku semacam ini bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa apakah terjadi 'kartel'. Ini sinyal-sinyalnya ke sana karena harga kompak naik meski mereka memiliki kebun sendiri-sendiri," tambahnya.