Bisnis.com, JAKARTA - Kemorosotan industri properti di China berujung pada pelemahan pertumbuhan PDB yang hanya 4 persen pada kuartal IV/2021 dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini diikuti dengan pemangkasan suku bunga pinjaman.
Dilansir Bloomberg pada Senin (17/1/2022), capaian itu masih lebih tinggi dari proyeksi para ekonom sebesar 3,3 persen, tetapi lebih rendah dari kuartal sebelumnya, seperti dilaporkan Biro Statistik Nasional China.
Pelemahan dipicu oleh anjloknya harga perumahan dalam 4 bulan berturut-turut pada Desember. Sementara itu, ekonomi terbesar kedua di dunia itu mencatatkan pertumbuhan ekonomi 8,1 persen sepanjang 2021, di atas target pemerintah sebesar 6 persen.
Pada hari yang sama, bank sentral China (PBOC) mengumumkan pemangkasan suku bunga pinjaman jangka menengah sebesar 10 basis poin. Pemangkasan dilakukan untuk pertama kalinya sejak April 2020.
Pemangkasan suku bunga melebihi ekspektasi pasar. Suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah satu tahun diturunkan menjadi 2,85 persen dari 2,95 persen. Sementara itu, suku bunga 7-day reverse repurchase diturunkan menjadi 2,1 persen dari 2,2 persen.
Belanja konsumen mengalami penurunan yang signifikan pada Desember karena pemerintah memperketat pengendalian virus di beberapa bagian negara. Wabah kasus virus varian omicron pada Januari, termasuk di Beijing saat ini akan semakin mengekang sentimen.
Baca Juga
"Pertumbuhan akan terus terbebani oleh sektor properti dan tentu saja kebijakan nol-Covid yang akan berlanjut," kata Sian Fenner, ekonom utama Asia di Oxford Economics, dalam sebuah wawancara di Bloomberg TV.
Menurutnya, angka penjualan ritel menunjukkan bahwa kebijakan nol-Covid masih dikenakan pada konsumen. Namun, abelum ada tanda-tanda pemulihan di sektor industri.
Seperti diketahui, perekonomian China terguncang oleh berbagai faktor sejak pertengahan tahun lalu, mulai dari kelangkaan listrik, gagal bayar perusahaan properti, dan gelombang Covid yang berulang.