Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha batu bara dinilai akan tetap mendapat keuntungan besar meski harga domestic market obligation (DMO) untuk sektor kelistrikan tidak mengalami kenaikan, atau tetap US$70 per metrik ton.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa dengan harga DMO batu bara US$70 per ton dan biaya produksi US$39–US$45 per ton, pengusaha tetap menikmati keuntungan sekitar US$3,44 miliar hingga US$4,26 miliar.
Angka tersebut diperoleh dengan asumsi kebutuhan DMO sebanyak 137,5 juta ton per tahun pada 2021.
Keuntungan tersebut, kata dia, belum ditambah dengan kenaikan margin yang diperoleh pengusaha seiring dengan meroketnya harga batu bara di pasar internasional yang tembus di atas US$170 per ton.
Bursa ICE Newcastle mencatat perdagangan batu bara global untuk kontrak Desember 2021 sebesar US168,90 per ton. Sementara itu, untuk kontrak Januari 2022 komoditas itu dihargai US$171,90 per ton.
Pemerintah sendiri telah menetapkan batu bara DMO paling tidak 25 persen dari total produksi perusahaan batu bara.
Baca Juga
“Dengan harga batu bara DMO US$70 ton, pengusaha enggak rugi walaupun memang masing-masing wilayah punya tingkat kesulitan yang berbeda. Harga US$70 per ton ini moderat. Teman-teman pengusaha tidak mengalami kerugian dan sesuai kemampuan PLN,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (27/12/2021).
Dia menuturkan, apabila pemerintah memutuskan untuk melepas harga DMO mulai tahun depan dan harga batu bara acuan (HBA) pada 2022 dipatok US$150 per ton, maka pengusaha akan mengantongi untung US$105 sampai dengan US$111 per ton.
Kemudian, bila asumsi kebutuhan DMO batu bara 2022 sama dengan tahun ini yakni 137,5 juta ton, maka windfall profit yang bisa diraup pengusaha berkisar US$14,43 miliar hingga US$15,26 miliar.
Di sisi lain, kenaikan harga DMO batu bara bakal mengakibatkan kenaikan biaya pokok produksi (BPP) listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sehingga akan mendongkrak subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung Negara.
“Kalau APBN tidak mampu menanggung beban subsidi dan kompensasi, maka kenaikan tarif listrik tak dapat dihindari dan akhirnya rakyat jadi korban,” terangnya.
Menurutnya, kenaikan harga batu bara DMO hanya akan memperbesar beban negara dibandingkan dengan pendapatan negara atas kenaikan tersebut.
“Jangan sampai itu hanya membuat beban negara bertambah dibandingkan dengan manfaat yang didapat negara lebih sedikit,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, bukan waktu yang tepat untuk menaikan harga batu bara DMO. Pasalnya, kebijakan itu hanya akan membebani perekonomian nasional yang baru saja mau berputar setelah diterpa badai Covid-19. Konsumsi masyarakat pun belum pulih, dan industri baru mulai bergeliat kembali.
“Untuk itu, kenaikan DMO saya kira sebisa mungkin tidak perlu dilakukan saat ini,” kata Mamit.
Adapun, Mamit berharap para pengusaha memiliki jiwa nasionalisme, dengan mengedepankan kepentingan Negara dan rakyat dibandingkan dengan mengejar keuntungan berlebih di tengah kenaikan harga batu bara.
“Mudah-mudahan teman pengusaha batu bara ada merah putihnya, dan pemerintah menahan dulu kenaikan harga DMO, tunggu dulu sampai ekonomi benar tumbuh, daya beli naik, industri tumbuh. Itu jadi pertimbangan kedepannya, untuk saat ini tahan dulu.”