Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatur strategi untuk mendongkrak investasi sub sektor Minerba pada 2022. Evaluasi regulasi hingga link and match bakal dilakukan untuk memuluskan alur investasi.
Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara sekaligus Plh Ses Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan bahwa pihaknya terus mengevaluasi kebijakan maupun aturan yang dianggap menghambat investasi.
Kemudian, sejumlah insentif juga akan digodok guna memuluskan masuknya investor, termasuk mempertemukan antara pelaku industri dan investor atau financial support. Upaya itu dilakukan untuk menemukan permasalahan dalam investasi dan mencari solusi bersama.
“Kami evaluasi terus terkait kebijakan regulasi dan peraturan yang dikeluarkan oleh [Ditjen] Minerba agar tidak menghambat investasi, termasuk insentif-insentif yang diperlukan dan juga mengadakan acara link and match antara industri dan pihak terkait,” katanya kepada Bisnis, Jumat (24/12/2021).
Realisasi investasi sub sektor mineral dan batu bara sendiri baru mencapai sebesar US$3,5 miliar hingga 10 Desember 2021, atau 81,3 persen dari target US$US$4,3 miliar.
Laporan lainnya mencatat realisasi investasi minerba menyentuh US$3,9 miliar hingga 17 Desember 2021. Dengan capaian tersebut, realisasi investasi minerba 2021 berpotensi menjadi yang paling rendah dalam 5 tahun terakhir.
Baca Juga
Salah satu yang mendapat perhatian adalah investasi pada proyek pembangunan smelter. Pemerintah menargetkan pembangunan 53 smelter hingga 2024 mendatang. Saat ini terdapat 19 smelter telah berdiri dengan tambahan 4 smelter ditargetkan rampung pada akhir tahun.
Keempat smelter tersebut adalah milik PT Aneka Tambang Tbk. dengan progres 97,7 persen, PT Smelter Nikel Indonesia (100 persen), PT Cahaya Modern Metal Industri (100 persen), dan PT Kapuas Prima Citra dengan progres pengerjaan mencapai 99,87 persen.
Wafid menuturkan bahwa agenda link and match diperuntukan agar masalah pendanaan seperti smelter dapat mencapai titik temu. “Agar jika ada kesulitan pendanaan seperti smelter dan lain-lain dapat dipertemukan dengan investor. Itu kerangka besarnya,” jelasnya.
Beberapa waktu lalu, saat rapat dengar pendapat antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyampaikan sejumlah perbankan maupun perusahaan di China dan Jepang tertarik menanamkan modal pada pembangunan smelter.
Dari Jepang, Kementerian ESDM menjaring tiga perusahaan yang ingin terlibat proyek smelter, yakni Sumitomo Metal, Mitsui, dan Toyota Tsusho. Mereka berencana menyuntikan modal melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Setidaknya ada tiga perusahaan Jepang ini yang sudah menyampaikan minatnya untuk mendukung pendanaan pembangunan smelter,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (10/11/2021).
Kemudian dua perbankan disebut berpotensi dan menyatakan minatnya dalam pembangunan smelter. Keduanya yaitu Bank of China dan Japan Bank of International Corporation.
Sebaliknya, sejumlah institusi internasional telah dipastikan tidak berencana terlibat dalam proyek smelter. Seluruhnya adalah Asian Development Bank, Asian Infrastructure Investment Bank, World Bank, dan International Finance Corporation.
“Di sini kami melihat perusahaan dan perbankan yang berminat. Kami juga berharap kiranya bank nasional dapat membantu pendanaan pembangunan smelter ini,” tuturnya.
Dari seluruh pembangunan smelter hingga 2024, kebutuhan investasi pada proyek tersebut mencapai US$8 miliar.