Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Revisi UMP DKI Jakarta, Apindo Sesalkan Keputusan Anies Baswedan

Kalangan pengusaha mengkhawatirkan UMP yang terlalu tinggi bakal menyebabkan penyerapan tenaga kerja baru makin sulit.
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyayangkan langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memutuskan untuk merevisi besaran Upah Minimum Provinsi 2022. 

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan UMP yang terlalu tinggi akan mempersulit perusahaan dalam menyusun skala upah yang mengacu pada masa kerja buruh dan berimbas pada minimnya ruang kenaikan upah bagi pekerja berpengalaman.

“Dampaknya nanti perusahaan akan lebih memilih merekrut pekerja berpengalaman sesuai dengan UMP yang sudah tinggi itu,” kata Hariyadi dalam konferensi pers, Senin (20/12/2021).

Menurutnya, penetapan UMP seharusnya mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan di Tanah Air. UMP yang terlalu tinggi diakuinya bakal menyebabkan penyerapan tenaga kerja baru makin sulit.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz mengkhawatirkan risiko terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) jika besaran kenaikan UMP terbaru diadopsi. Dia mengatakan UMP terlalu tinggi bisa menghambat proses produksi dan mengacaukan rencana bisnis yang telah disusun dengan mengacu pada UMP terbaru.

Proses penentuan UMP sendiri, katanya, seharusnya melalui perundingan dan kesepakatan tripartrit yang melibatkan perwakilan pekerja dan pengusaha. Proses tersebut telah dilalui dalam penetapan kenaikan UMP 2022 DKI Jakarta sebesar 0,85 persen yang diumumkan sebelum 21 November 2021, tetapi tidak berjalan pada angka kenaikan hasil revisi sebesar 5,1 persen yang diumumkan pada Sabtu (18/12/2021).

“Proses penetapan UMP tidak seenteng itu. Tidak cukup hanya mendengar suara 1 serikat pekerja. Terlebih apa yang disampaikan oleh 1 serikat pekerja itu tidak mewakili rekan-rekan pekerja di luar,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper