Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan topik hangat. Dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin ramai di dunia internasional, perkembangan industri dan ekonomi mulai bergeser ke arah sektor berbasis bahan baku alami yang bersifat renewable (daur ulang).
Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan alam terbesar di dunia tidak luput dari itu. Untuk mendukung perubahan industri manufatur menuju Industri yang ramah lingkungan (green industry), pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong seluruh sektor manufaktur dalam penerapan prinsip industri hijau.
Langkah strategis ini akan mendukung penciptaan industri yang ramah lingkungan dan berdaya saing di kancah global.
Salah satu wilayah yang strategis dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat green industry adalah Sumatra Utara.
Pertumbuhan ekonomi Sumut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, sektor ekonomi yang mendominasi provinsi tersebut adalah pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan 27,34 persen dari total produk domestik regional bruto (PDRB).
Perkembangan Ekonomi Wilayah Sumut dan Nasional
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan konomi Sumut selama 5 tahun terakhir berada di atas rata-rata nasional. Namun, daerah ini memiliki presentase penduduk miskin yang signifikan yaitu 9.01 persen dari total penduduk pada 2021.
Kemiskinan di Sumatra Utara
Hal ini ditambah dengan tingkat ketimpangan kekayaan yang moderat, di atas 0.3, membuat Sumut memerlukan pemerataan pembangunan ekonomi.
Sumut merupakan wilayah potensial untuk tujuan investasi, tetapi penanaman modal di provinsi ini masih relatif kecil porsinya dibandingkan dengan dengan rata-rata nasional.
Padahal Sumut memiliki peran strategis sebagai wilayah klaster ekonomi sumber daya alam terbarukan terutama menjadi pusat pengembangan industri kelapa sawit nasional, di mana berdasarkan produktivitasnya di atas tren rata-rata nasional .
Grafik 4. Tren Produksi Sawit Sumut dan Nasional dalam 3 Tahun Terakhir
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Apalagi Sumut memiliki lokasi yang strategis yaitu berada di pesisir Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur perdagangan internasional tersibuk.
Pemusatan Sumut sebagai wilayah pengembangan klaster industri produk olahan perkebunan terutama produk sawit dapat dimulai dengan penguatan supply chain dengan memanfaatkan infrastruktur industri seperti pelabuhan bongkar muat dan kawasan industri di wilayahnya.
Sumut memiliki dua pelabuhan internasional yaitu Belawan di Kota Medan dan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, yang keduanya dioperasikan oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Pelabuhan Belawan memiliki kapasitas bongkar muat 1,4 juta TEUs per tahun dan Kuala Tanjung 900.000 TEUs tahun.
Dua wilayah itu didukung oleh kawasan industri, sehingga dapat mendukung pengembangan klaster industri terpadu. Namun, saat ini kawasan industri di Belawan telah padat sehingga memengaruhi durasi bongkar muat dan pengiriman barang,
Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatra Utara./BUMN.co.id
Sementara itu, Kuala Tanjung baru memiliki dua kawasan industri terpadu yaitu Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT) di Kabupaten Batubara dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun. Dari segi fasilitas, ketersediaan lahan, dan sumber daya bahan baku, KEK Sei Mangkei sangat potensial untuk dikembangkan.
KEK Pertama
KEK Sei Mangkei ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 29/2012 tanggal 27 Februari 2012 dan merupakan KEK pertama di Indonesia yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2015.
Sebagai wilayah industri yang berbasis green economy, KEK Sei Mangkei memiliki kegiatan utama berupa industri pengolahan kelapa sawit, pengolahan karet, pariwisata, dan logistik. KEK Sei Mangkei difokuskan untuk menjadi pusat pengembangan industri kelapa sawit dan karet hilir berskala besar dan berkualitas internasional.
KEK Sei Mangkei/SeiMangkeiSEZ
KEK Sei Mangkei memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kawasan industri lain di Sumut yaitu letaknya yang berdekatan dengan Pelabuhan Kuala Tanjung yang dirancang pemerintah untuk menjadi pusat penghubung internasional.
KEK Sei Mangkei mempunyai luas 2.002,7 hektare dengan 1,993 ha dialokasikan untuk tenant dan hingga 2021 menampung beberapa perusahaan besar seperti Unilever, PT Industri Nabati Lestari, PT Alternatif Protein Lestari, PT AICE, dan PT All Cosmos Indonesia.
Selain itu, KEK Kuala Tanjung terintegrasi secara logistik dengan Pelabuhan Kuala Tanjung, didukung dengan adanya jalur kereta langsung yang menghubungkan kedua lokasi tersebut.
KEK Sei Mangkei menjadi kawasan industri pertama yang memiliki jalur kereta yang merupakan kerja sama dengan Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perkeretaapian.
Keberanian memasukkan kereta ke KEK Sei Mangkei memudahkan alur pengangkutan barang, sehingga membantu tenant untuk menekan biaya pengiriman serta menekan jejak karbon.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada 2020, produksi minyak sawit dari Sumut, dengan Sei Mangkei di dalamnya, berkontribusi 6,6 juta ton terhadap produksi minyak sawit nasional, kontributor ketiga terbesar nasional setelah Riau dan Kalimantan Tengah.
Letak Sei Mangkei yang berdekatan dengan lokasi sumber daya alam hasil pertanian menjadi faktor keunggulan lain yang membuat KEK Sei Mangkei menarik untuk dijadikan sebagai tempat berinvestasi.
Sejumlah Hambatan
Kontribusi KEK Sei Mangkei bagi perekonomian Sumut terhitung cukup signifikan, menurut data dari Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, KEK Sei Mangkei mempekerjakan 1.497 orang atau sekitar 0,72 orang per ha. Angka ini semakin besar jika tenant yang masuk semakin banyak.
Selain itu, KEK Sei Mangkei menyumbang ekspor Rp5,18 triliun atau setara dengan 22.1 persen dari total nilai ekspor Sumut.
Namun, saat ini KEK Sei Mangkei mengalami hambatan dari sisi pemasaran calon tenant yang masih jauh di bawah target, belum terkoneksinya jalan tol Trans Sumatra dengan wilayah KEK Sei Mangkei, juga belum optimalnya pemanfaatan Pelabuhan Kuala Tanjung.
Jadi, perlu sinergitas pengelola KEK Sei Mangkei dengan pemerintah pusat maupun Pemprov Sumut sebagai pihak yang mampu mendukung penyediaan infrastruktur.
Pemerintah pusat dapat memberikan insentif investasi berbasis crude palm oil (CPO), sementara Pemprov Sumut dapat membantu dengan menyiapkan kerangka investasi yang ramah investor dan juga penyiapan infrastuktur di luar kawasan.
Hal itu sangat perlu dilakukan agar KEK Sei Mangkei dapat memberikan dampak yang lebih besar bagi perkembangan perekonomian Sumut serta mampu bersaing dengan kawasan industri regional dari sisi kesiapan infrastruktur, pelayanan, dan harga sewa lahan yang menarik bagi investor.
Penulis adalah Managing Director PT Provalindo Nusa, Business Advisor and Consultant