Bisnis.com, JAKARTA - Laju pemulihan ekonomi Indonesia di masa pandemi Covid-19 dinilai lebih pesat jika dibandingkan pada saat krisis keuangan Asia (Asian Financial Crisis) periode 1997-1998 silam.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati secara virtual pada acara Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) secara virtual, Rabu (15/12/2021).
Sri Mulyani mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang mampu kembali ke level prapandemi dengan cepat. Pada kuartal II/2021, ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), melonjak setelah empat kuartal berturut-turut terkontraksi.
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan prapandemi pada kuartal I/2021 sebesar 2,97 persen (yoy).
Pertumbuhan yang melonjak tinggi di kuartal II tahun ini harus melambat ke 3,51 persen (yoy) di kuartal III/2021 akibat varian Delta. Kendati demikian, angka tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan level prapandemi.
"Di kuartal ketiga 2021, GDP Indonesia sudah melebihi pre-covid level. Negara-negara lain seperti Filipina, dan Malaysia masih belum [kembali ke level prapandemi," kata Sri Mulyani.
Baca Juga
Menurut bendahara negara, Indonesia hanya butuh waktu sekitar 18 bulan (satu setengah tahun) untuk bisa kembali level pertumbuhan ekonomi prapandemi.
Jika dibandingkan dengan krisis 1997-1998, Sri Mulyani menyebut laju pemulihan pada periode tersebut lebih lambat jika dibandingkan dengan krisis akibat pandemi dalam dua tahun ini.
Sri Mulyani menyebut dibutuhkan waktu empat tahun lebih untuk mengembalikan pertumbuhan PDB ke level prapandemi pada saat krisis 1997-1998. Krisis tersebut terkenal meluluhlantakkan sektor keuangan sehingga memicu kebangkrutan perusahaan-perusahaan secara massal.
"Pada masa krisis akibat Covid-19 ini sekarang, meskipun dampaknya luar biasa ke masyarakat, namun sektor keuangan justru relatif resilient dan bahkan bullish. Ini karena otoritas fiskal dan moneter melakukan countercyclical luar biasa besar, sehingga likuiditas melimpah dan suku bunga rendah," jelasnya.