Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengkhawatirkan kepemilikan mayoritas saham rumah sakit oleh investor asing dapat memengaruhi pelayanan jasa hingga serapan tenaga kesehatan dalam negeri.
Selain itu, ARSSI juga menyoroti potensi dividen dari korporasi kesehatan itu tidak terserap optimal untuk perkembangan sistem kesehatan nasional.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Ichsan Hanafi mengatakan asosiasinya masih mendorong pemerintah untuk menurunkan batas atas kepemilikan saham oleh investor asing itu yang saat ini dipatok di kisaran 67 hingga 70 persen. Ichsan meminta mayoritas kepemilikan saham itu tetap berada di tangan pelaku usaha dalam negeri.
“Kita berharap mayoritas saham itu harus dari kita supaya kembalinya ke kita lagi, kita masih ingin mendorong itu,” kata Ichsan melalui sambungan telepon, Senin (13/12/2021).
Di sisi lain, Ichsan menambahkan komitmen pemerintah untuk menarik investasi dari luar negeri terkait dengan upaya penambahan kapasitas layanan rumah sakit mesti disertai dengan sejumlah regulasi proteksi yang menguntungkan industri kesehatan dalam negeri.
Misalkan, dia mencontohkan, rumah sakit yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh investor asing mesti berkomitmen untuk membangun fasilitas layanan kesehatan primer atau sekunder di luar Pulau Jawa. Selain pembangunan infrastruktur kesehatan itu, investor asing diwajibkan melakukan transfer pengetahuan kepada tenaga kesehatan nasional.
Baca Juga
“Rumah sakit-rumah sakit besar [sudah IPO] apakah mereka mau terima pasien jaminan kesehatan nasional [JKN]? Walaupun rumah sakit swasta tidak wajib menerima JKN, paling tidak tenaga-tenaganya harus dari lokal,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menetapkan batas atas kepemilikan saham rumah sakit bagi investor asing dipatok maksimal sebesar 67 hingga 70 persen. Penetapan itu diharapkan dapat menarik minat investor asing untuk menyuntikan modalnya ke rumah sakit dalam negeri.
Adapun, batas atas kepemilikan saham sebesar 70 persen ditujukan kepada investor yang berasal dari kawasan Asean. Sementara itu, batas atas kepemilikan saham senilai 67 persen diberikan kepada investor yang berasal di luar kawasan Asean.
“Bidang usaha lebih terbuka kalau ada pengusaha nasional ingin mengembangkan layanan kesehatan ini justru mereka membuka ruang negosiasi sesuai dengan kemampuan mereka untuk kepemilikan permodalan,” kata Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot Tanjung melalui sambungan telepon, Senin (13/12/2021).
Amanat batas atas kepemilikan saham pada sektor kesehatan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
“Masyarakat kita yang berobat di Malaysia, Singapura kan cukup banyak. Kalau di dalam negeri bisa tertangani semua mereka tidak perlu berobat keluar negeri sehingga devisa kita tidak habis,” kata dia.