Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hilirisasi industri sawit menjadi hal yang krusial bagi ekonomi Indonesia. Selain memberi nilai tambah, penghiliran bakal mendorong upaya Indonesia dalam stabilisasi harga komoditas tersebut.
“Indonesia memiliki objektif menjadi industri hilir sawit terbesar di dunia, sebagai produsen serta eksportir terbesar di dunia. Kita ingin menciptakan kemampuan untuk stabilisasi harga CPO [crude palm oil/minyak sawit mentah],” kata Sri Mulyani saat berbicara dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2021 secara virtual, Rabu (1/12/2021).
Kenaikan harga CPO sepanjang 2021, katanya, telah mengantarkan komoditas tersebut sebagai kontributor ekspor terbesar. Dia mencatat bahwa sumbangan devisa dari industri ini mencapai US$21,4 miliar.
Harga rata-rata komoditas tersebut hanya berkisar US$663 per ton dan mencapai US$742 per ton pada 2020. Sementara harga rata-rata CPO pada 2021 telah melampaui US$1.000 per ton.
“Pada 2021 rata-rata harga menjadi US$1.000 per ton yang didorong oleh pemulihan ekonomi global dan naiknya permintaan minyak nabati. Ini memberikan dukungan bagi pemulihan ekonomi indonesia,” katanya.
Dia memperkirakan harga CPO ke depan masih akan dinamis mengikuti perkembangan kondisi perekonomian global. Karena itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mendukung penghiliran demi mencapai harga yang stabil.
“Untuk stabilisasi harga, kita sudah memiliki BLU [badan layanan umum] untuk sawit. Implementasi B30 yang ada bukan hanya mendukung komitmen untuk menghasilkan energi berkelanjutan, tetapi juga untuk memastikan harga terus stabil,” jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan kehadiran pungutan ekspor dan bea keluar pada produk sawit tak hanya diarahkan untuk pengembangan energi terbarukan, tetapi juga berperan sebagai insentif di perkebunan sawit. Dengan demikian, pertumbuhan industri sawit turut dinikmati oleh petani swadaya dan 4,3 juta pekerja di perkebunan sawit seiring dengan naiknya produktivitas. Sebagaimana diketahui, sekitar 43 persen dari 16,38 juta hektare (ha) area perkebunan sawit dikelola oleh petani swadaya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono optimistis tren permintaan minyak kelapa sawit bakal terus meningkat, didorong oleh krisis energi di sejumlah negara. Dia mengatakan minyak sawit bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan energi dengan kehadiran biofuel.
“Seiring masuknya fase pemulihan di berbagai negara, permintaan minyak nabati akan naik. Permintaan diperkirakan akan terus naik terutama karena krisis energi di sejumlah negara,” kata Joko.
Dari sisi harga, Joko meyakini komitmen pemerintah untuk melanjutkan kebijakan mandatori biodiesel bisa menjadi penyeimbang antara ekspor dan konsumsi domestik.
“Program ini telah menolong stabilisasi konsumsi domestik dan cenderung memperlihatkan peningkatan. Ke depannya konsumsi domestik diperkirakan akan naik dan industri sawit optimistis dengan keberlangsungan bisnis ke depan seiring dengan kenormalan baru,” kata Joko.
Berdasarkan data Gapki, konsumsi domestik CPO memperlihatkan kenaikan pada 2021 dibandingkan dengan 2020 meski terdapat penurunan pada pemakaian untuk biodiesel. Sampai September 2021, konsumsi CPO untuk biodiesel berjumlah 5,22 juta ton, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sejumlah 5,50 juta ton.
Meski demikian, konsumsi CPO untuk pangan tercatat tumbuh dari 6,29 juta ton pada Januari sampai September 2020 menjadi 6,92 juta ton pada periode yang sama di 2021. Serapan lokal CPO untuk oleokimia juga naik dari 1,12 juta ton menjadi 1,57 juta ton.