Bisnis.com, JAKARTA - Program Kartu Prakerja dinilai mampu memberikan empat manfaat bagi penerimanya yaitu dari sisi pekerjaan, pelatihan dan kompetensi, ketahanan pangan, serta layanan keuangan. Sejumlah manfaat tersebut mendorong para penerima program untuk tidak mengambil pinjaman guna menutupi kebutuhan sehari-hari.
Hal tersebut terungkap dalam hasil studi “Impact Evaluation of Kartu Prakerja” yang didukung oleh pemerintah Australia, USAID, serta the Bill & Melinda Gates Foundation.
Studi ini dilakukan oleh Vivi Alatas (Asakreativita), Rema Hanna (Harvard Kennedy School), Achmad Maulana (Prospera), Benjamin Olken (MIT), Elan Satriawan (TNP2K), dan Sudarno Sumarto (TNP2K). Temuan awal dari kajian yang merupakan kerja sama resmi antara J-PAL SEA/LPEM FEB UI dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) ini disampaikan melalui webinar pada Rabu (1/12/2021).
Ekonom Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Elan Satriawan menjelaskan studi tersebut dilakukan melalui penyebaran Survei Endline J-PAL secara daring dengan responden mencapai 47.000 responden pendaftar Kartu Prakerja (penerima maupun bukan penerima) dari Agustus-Oktober 2021.
Selain data Survei Endline, analisis evaluasi dampak menggunakan data survei nasional seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2020 dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 yang digabungkan dengan data administratif Manajemen Pelaksana, bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan TNP2K.
“Berdasarkan data Survei Endline, secara rata-rata, pendaftar yang memenuhi syarat dan menerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 4,7 poin persentase (pp) lebih tinggi untuk memiliki pekerjaan atau memiliki usaha daripada pendaftar yang memenuhi syarat dan tidak menerima program. Hasil ini menunjukkan peningkatan 8 persen dalam kebekerjaan,” jelas Rema Hanna, Profesor Jeffrey Cheah of South-East Asia Studies, Harvard Kennedy School serta Direktur Ilmiah J-PAL Asia Tenggara, yang juga menjadi penulis kajian penelitian ini, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga
Selanjutnya, pendaftar yang menerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 2,8 pp atau setara peningkatan 12 persen untuk berusaha sendiri, meningkatkan probabilitas 0,9 pp memiliki usaha atau peningkatan sebesar 30 persen, serta memiliki probabilitas 5,1 pp atau peningkatan 18 persen lebih tinggi untuk memulai pekerjaan baru sejak pengumuman gelombang pertama.
“Secara rata-rata, program Kartu Prakerja meningkatkan pendapatan dari semua pekerjaan sekitar Rp122.500 per bulan. Hasil ini menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 10 persen pada penerima Kartu Prakerja,” lanjut Hanna.
Dari sisi pelatihan dan kompetensi, studi menemukan bahwa penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 11,7 pp (172 persen) lebih tinggi untuk menggunakan sertifikat pelatihan saat mencari pekerjaan. Mereka memiliki probabilitas 119,4 persen lebih tinggi untuk mengikuti pelatihan apa pun dalam beberapa bulan terakhir, termasuk pelatihan Kartu Prakerja dan non-Kartu Prakerja. Mereka juga memiliki probabilitas 4,0 pp (10 persen) lebih tinggi untuk menggunakan internet untuk pekerjaan mereka.
Dari aspek ketahanan pangan dan keuangan, penerima Kartu Prakerja juga ditemukan memiliki probabilitas 2,9 pp lebih tinggi untuk melaporkan bahwa mereka aman (secure) dari segi pangan, yang menunjukkan peningkatan ketahanan pangan sebesar 6 persen. Hal itu disampaikan oleh Benjamin Olken, profesor ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) sekaligus Direktur J-PAL, yang juga menjadi penulis kajian penelitian ini.
Menurutnya, sebanyak 54 persen penerima program melaporkan tidak pernah makan lebih sedikit dari biasanya dalam tiga bulan terakhir karena kesulitan keuangan, dibandingkan dengan 51 persen non-penerima.
“Para penerima Kartu Prakerja juga memiliki probabilitas 2,6 pp [8 persen] lebih rendah untuk mengambil pinjaman dalam tiga bulan terakhir untuk mengatasi kesulitan keuangan dan memiliki probabilitas 1,6 pp [21 persen] lebih tinggi untuk membeli aset dalam beberapa bulan terakhir,” ungkapnya.
Dari sudut pandang layanan keuangan, studi menemukan penerimaan Kartu Prakerja meningkatkan kepemilikan e-wallet sebesar 27.8 poin persentase (53 persen). Sebanyak 80 persen penerima Kartu Prakerja memiliki akun e-wallet, dibandingkan dengan 52 persen non-penerima pada Survei Endline.
Tidak hanya itu, penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 10,5 pp (40 persen) lebih tinggi untuk belanja online menggunakan e-wallet dalam sebulan ke belakang, dan Survei Endline juga menunjukkan peningkatan substansial dalam penggunaan e-wallet untuk kebutuhan lainnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa program Kartu Prakerja masih akan dilanjutkan pada 2022. “Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Program Kartu Prakerja sebesar Rp11 triliun atau 4,3 persen dari anggaran perlindungan sosial tahun 2022,” tegasnya.
Febrio menekankan, Program Kartu Prakerja merupakan inisiatif strategis pemerintah dan penanganan Covid-19 karena tidak hanya menjadi sarana transfer dana dari pemerintah ke masyarakat, tetapi menawarkan skill development sebagai pondasi meraih kesempatan kerja yang lebih luas.
“Seringkali para pekerja kesulitan mendapatkan pekerjaan dikarenakan kompetensi yang diperoleh dari lembaga pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk menjembatani ini pemerintah berupaya memberikan keterampilan bagi angkatan kerja kita sehingga labor market akan menjadi lebih sehat dan lebih fleksibel,” urainya.
Febrio melanjutkan, hasil survei persepsi masyarakat terhadap manfaat program bantuan pemerintah di masa pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh IPSOS 2021 menunjukkan program Kartu Prakerja menjadi bantuan sosial yang paling bermanfaat. Namun, Febrio mengingatkan atas capaian yang diperoleh harus tetap dilakukan upaya perbaikan yang berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengaku lega atas hasil positif dari Studi JPAL ini. “Penelitian dapat dijadikan bukti bagi skeptisme terhadap Kartu Prakerja. Apalagi, ini merupakan studi yang dilakukan secara independen, bukan atas biaya dari Manajemen Prakerja,” tegasnya.
Denni menyatakan, pihaknya melakukan berbagai inovasi sehingga mendapatkan hasil yang sangat baik seperti hasil Studi J-PAL ini.
“Kami menciptakan sistem yang mudah diakses. Layanan 100 persen digital yang didukung oleh cloud computing. Tapi teknologi hanya alat, butuh orang yang tepat untuk mengoperasikan, serta kebijakan yang tepat. Untuk itu kami memberikan apresiasi kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan seluruh tim Kemenko Perekonomian,” kata Denni.
Tenaga Ahli Utama Deputi Perekonomian Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengingatkan bahwa Kartu Prakerja hadir pada sisi suplai ketenagakerjaan, yakni menyediakan tenaga kerja yang memiliki kompeten.
“Namun harus diingat, jangan semua dibebankan pada Kartu Prakerja. Program ini bukan menggantikan sisi pendidikan formal. Pelatihan dalam program Kartu Prakerja adalah pelengkap pendidikan formal serta pelatihan-pelatihan lain yang sudah ada,” kata Edy.
Adapun, penanggap diskusi lainnya yaitu Ekonom Bank Dunia Maria Monica Wihardja menekankan peran Kartu Prakerja dalam meningkatkan probabilitas kepemilikan usaha. Temuan ini, tambahnya, selaras dengan publikasi bertajuk the Covid-19 Digital Merchant Survey yang menemukan bahwa penerima bantuan memanfaatkan insentif untuk berbagai hal seperti modal usaha, konsumsi, dan tabungan.
Bank Dunia baru-baru ini juga meluncurkan publikasi bertema “Pathways to Middle Jobs in Indonesia”. Dalam publikasi itu, Bank Dunia menyoroti bahwa Indonesia bukanlah negara yang tidak bisa menciptakan pekerjaan.
Persoalannya adalah pekerjaan yang tercipta itu tidak pada sektor yang produktif sehingga tidak mampu mendorong pemilik usaha atau pekerja mandiri masuk dalam level kelas menengah.
“Saat ini di Indonesia ada 47 persen pekerja mandiri yang bersiap masuk ke level kelas menengah namun mereka belum bisa mencapai level itu,” kata Monica.
Merujuk fakta bahwa 90 persen angkatan kerja Indonesia belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat, Kepala Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas Ekonomi TNP2K Raden Muhamad Purnagunawan mengapresiasi hadirnya Kartu Prakerja sebagai jembatan peningkatan kapasitas angkatan kerja kita.
“Mengapa mayoritas angkatan kerja kita belum pernah ikut pelatihan? Masalahnya bisa jadi karena mereka tidak punya dana, atau pelatihannya tidak ada yang sesuai. Di sinilah Kartu Prakerja memberikan kemampuan untuk membayar ikut pelatihan dan juga memberikan pilihan pelatihan yang banyak,” katanya.
Purnagunawan menekankan bahwa Indonesia mempunyai banyak sistem beasiswa pendidikan, tapi beasiswa pelatihan masih sangat sedikit. “Padahal pengembangan skill melalui pelatihan secara digital ini masih sangat luas kemungkinannya untuk ditingkatkan,” pungkasnya.