Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa asumsi penerimaan negara pada 2022 senilaiRp1.846,1 triliun belum memperhitungkan efek berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam konferensi pers Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun 2022, Senin (29/11/2021). Presiden Joko Widodo secara resmi telah menyerahkan dua dokumen itu kepada seluruh kementerian, lembaga, dan pemimpin daerah.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah menetapkan sejumlah target dalam penyelenggaraan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Pihaknya mematok pendapatan negara Rp1.846,1 triliun, terdiri dari pendapatan perpajakan Rp1.510 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp335 triliun, dan hibah Rp0,6 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa asumsi pendapatan negara itu belum memperhitungkan pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun depan.
"Dalam menyikapi UU APBN yang sudah ditetapkan dengan DPR, kita melihat dari sisi pendapatan negara implementasi dari UU HPP yang diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak masih belum masuk di dalam konsideran untuk target penerimaan 2022," ujar Sri Mulyani pada Senin (29/11/2021).
Menurutnya, pemerintah akan memperluas basis pajak dalam reformasi perpajakan melalui UU HPP. Selain itu, aturan baru tersebut memberikan memberikan insentif fiskal secara terukur dan selektif.
Baca Juga
Dia meyakini bahwa berlakunya UU HPP akan meningkatkan pendapatan perpajakan, yang kemudian menopang pertumbuhan penerimaan negara. Meningkatnya penerimaan negara akan berpengaruh terhadap defisit anggaran, yang menghadapi tantangan cukup besar akibat pandemi Covid-19.
Sri Mulyani menjabarkan bahwa belanja negara pada tahun depan senilai Rp2.714 triliun. Jumlah itu terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.944,5 triliun dan TKDD Rp769,6 triliun.
"Tahun depan kita masih mengalam defisit 4,85 persen dari PDB atau Rp868 triliun," ujar Sri Mulyani.