Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai bahwa realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional atau PEN pada tahun ini tidak akan lebih besar dari 2020 karena serapan yang lambat
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad terkait perkembangan terbaru realisasi anggaran PEN. Pemerintah menyatakan bahwa hingga 5 November 2021, realisasi anggaran baru mencapai Rp456,35 triliun, atau 61,3 persen dari pagu Rp744,77 triliun.
Menurutnya, capaian itu terbilang lambat karena dalam sepuluh bulan terakhir realisasi anggaran bahkan belum mencapai tiga per empat dari pagu. Indef pun menilai bahwa dengan kondisi yang ada, sulit bagi pemerintah untuk bisa merealisasikan anggaran PEN dengan maksimal.
"Dugaan saya sampai akhir tahun realisasi anggaran [PEN] tidak lebih baik dari tahun lalu," ujar Tauhid kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Pada tahun lalu, pemerintah mencatatkan realisasi anggaran PEN Rp579,78 triliun atau 83,4 persen dari total pagu Rp695,2 triliun. Total pagu anggaran pada tahun ini memang meningkat, tetapi Tauhid tidak meyakini realisasi anggarannya akan membaik.
Melalui perhitungan secara kasar berdasarkan data pada awal November 2021, rata-rata realisasi anggaran PEN setiap bulannya berkisar Rp45,6 triliun atau sekitar 6,12 persen dari pagu. Realisasi anggaran PEN per 5 November 2021 naik 3 persen dibandingkan dengan dua pekan sebelumnya, yakni 22 Oktober 2021 yang berada di angka 58,3 persen.
Baca Juga
Kenaikan 3 persen dalam dua pekan berada di kecepatan yang hampir sama dengan rata-rata laju realisasi anggaran setiap bulannya. Dengan laju realisasi itu, kemungkinan terdapat tambahan belanja 12,24 persen dalam dua bulan terakhir, sehingga realisasi anggaran PEN pada akhir tahun hanya mencapai kisaran 73,5 persen.
Tauhid menilai bahwa percepatan realisasi anggaran PEN sulit terlaksana karena adanya penurunan jumlah sasaran penerima, baik dalam hal bantuan sosial maupun dari aspek kesehatan. Lalu, terdapat masalah birokrasi yang sangat mengakar, terutama di sektor kesehatan yang terpukul sangat hebat akibat pandemi Covid-19.
"Pada saat gelombang kedua aktivitas pemerintahan banyak yang tidak berjalan efektif. Belanja di APBN banyak yang tidak berjalan dengan baik, seperti belanja barang, jasa, itu memengaruhi penyerapan, anggarannya banyak tapi waktu [untuk realisasi] sudah habis," ujarnya.
Dia menilai bahwa pemerintah mestinya belajar dari pengalaman 2020 saat pertama kali menyusun program PEN. Menurut Tauhid, evaluasi realisasi anggaran tidak berjalan baik jika sampai realisasi anggaran PEN lebih kecil atau sama dengan tahun lalu, padahal Indonesia sudah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.