Bisnis.com, JAKARTA — Sekitar 38,7 persen anggaran program pemulihan ekonomi nasional atau PEN belum terserap, padahal tahun anggaran 2021 akan berakhir dalam dua bulan ke depan.
Masalah rendahnya serapan anggaran PEN dinilai belum membaik meskipun telah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa realisasi anggaran PEN hingga 5 November 2021 mencapai Rp456,35 triliun. Jumlah itu baru mencakup 61,3 persen dari pagu Rp744,77 triliun pada 2021.
"Program PEN sudah 61,3 persen dari pagu Rp 744,77 T atau realisasinya sudah Rp 456,35 triliun," ujar Airlangga pada Senin (8/11/2021).
Melalui perhitungan secara kasar berdasarkan data pada awal November 2021, rata-rata realisasi anggaran PEN setiap bulannya berkisar Rp45,6 triliun atau sekitar 6,12 persen dari pagu.
Realisasi anggaran PEN per 5 November 2021 naik 3 persen dibandingkan dengan dua pekan sebelumnya, yakni 22 Oktober 2021 yang berada di angka 58,3 persen. Kenaikan 3 persen dalam dua pekan berada di kecepatan yang hampir sama dengan rata-rata laju realisasi anggaran setiap bulannya.
Belanja anggaran PEN terancam tidak mencapai 100 persen jika masih berada di kecepatan realisasi yang sama dengan rata-rata bulanan. Dengan laju realisasi itu, kemungkinan terdapat tambahan belanja 12,24 persen dalam dua bulan terakhir, sehingga realisasi anggaran PEN pada akhir tahun hanya mencapai kisaran 73,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa banyak kendala dalam pelaksanaan program PEN, sehingga realisasi anggarannya tidak mulus. Dia menyebut bahwa suasana di lapangan kerap tidak dapat terprediksi saat pemerintah merencanakan dan memberikan alokasi anggaran.
"Sehingga kemudian terjadi penyerapannya tidak optimal, atau mungkin mereka meminta, salah satu Kementerian atau Lembaga, [pemerintah] daerah, punya program A ternyata tidak bisa jalan," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (9/11/2021).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bahwa lambatnya realisasi anggaran PEN membuat sumbangsih program tersebut terhadap perekonomian menjadi lemah. Misalnya, Indef menilai bahwa belanja pemerintah pada kuartal III/2021 terbilang rendah, yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencakup 0,66 persen dari PDB.
Baca Juga
Dia pun menilai bahwa realisasi anggaran PEN yang rendah membuat konsumsi rumah tangga masyarakat masih belum pulih dengan optimal, padahal mestinya PEN menjadi penopang di tengah kondisi ekonomi yang sulit. BPS mencatat bahwa konsumsi rumah tangga pada kuartal III/2021 hanya tumbuh 1,03 persen (year-on-year/YoY), melambat dari kuartal II/2021 yang tumbuh 5,96 persen (YoY).
"Tekanan pada kuartal III/2021, saat puncak penyebaran virus pada Juli dan Agustus pandeminya lebih berat dibandingkan dengan anggaran PEN, sudah begitu [realisasinya] terlambat lagi. PEN ini jadinya enggak match dengan kebutuhan masyarakat," ujar tauhid kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Indef pun menilai bahwa anggaran PEN tidak menjadi pendorong bagi Indonesia untuk berhasil melewati gelombang kedua Covid-19. Menurut Tauhid, laju vaksinasi dua dosis pada Agustus 2021 masih terbilang rendah, fasilitas kesehatan pun banyak yang kewalahan saat jumlah pasien melonjak.
Penerapan pembatasan kegiatan masyarkaat (PPKM) menurutnya lebih berperan besar dalam menekan kasus Covid-19 saat gelombang kedua dibandingkan dengan laju vaksinasi saat itu. Hal tersebut menurutnya membuat pemerintah harus melakukan evaluasi atas penyerapan anggaran PEN, agar kejadian yang sama tidak terulang jika gelombang ketiga terjadi.
"Sebenarnya ada problem birokratif, terutama di sektor kesehatan yang menyebabkan realisasi anggaran lambat. Harusnya pemerintah bisa belajar karena situasi pandemi sudah lewat gelombang kedua, saat itu bed occupancy ratio tidak mencukupi, realisasi anggaran tidak bisa jalan, dan masalahnya korban di gelombang kedua jauh lebih banyak," ujarnya.
Berkaca dari perkembangan data pemerintah, Tauhid tidak meyakini realisasi anggaran PEN pada tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu. Dia pun menekankan perlu adanya perbaikan belanja PEN, salah satunya melalui realokasi anggaran.
"Harus ada realokasi, tambahan untuk perlinsos, terutama untuk kelompok yang paling bawah. Dari evaluasinya pun banyak [penyaluran] yang tidak tepat sasaran. Kalau tidak ada perbaikan, ini repot jika kita menghadapi gelombang ketiga," ujarnya.
REALOKASI
Sebagai bendahara negara, Sri Mulyani menyatakan tidak akan membiarkan dana PEN menganggur di suatu program yang kemungkinan tidak akan tereksekusi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendorong realokasi anggaran untuk program-program lain.
"Kami mencoba selalu mengubah [alokasi anggaran] dengan masih di dalam kewenangan Undang-Undang 2/2020, tetapi tetap dilaporkan kepada DPR, baik di Banggar atau Komisi XI," ujarnya.
Salah satu langkah realokasi anggaran teranyar adalah penggunaan dana cadangan PEN untuk menyuntik sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Sri Mulyani menggelontorkan Rp33 triliun untuk empat kementerian dan lembaga, meskipun penggunaan dana itu tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19 maupun pemulihan ekonomi nasional.
PT Hutama Karya (Persero) memperoleh guyuran Rp9,1 triliun dari dana cadangan PEN. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan empat ruas jalan tol Trans Sumatera, yaitu Medan–Binjai, Pekanbaru–Dumai, Kuala Tanjung–Parapat, dan Binjai–Langsa.
PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) memperoleh Rp7,9 triliun dari dana cadangan PEN. Melalui dana itu, pemerintah memberikan mandat penguatan permodalan dan investasi di tujuh ruas tol, yaitu Kayu Agung–Palembang–Betung, Bekasi–Cawang, Kampung Melayu, Bogor–Ciawi–Sukabumi, Cimanggis–Cibitung, Krian–Legundi–Bunder–Manyar, Pasuruan–Probolinggo, dan Pejagan–Pemalang.
Lalu, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau sovereign wealth fund Indonesia memperoleh Rp15 triliun dari dana cadangan PEN. Menurut Sri Mulyani, hal tersebut untuk memenuhi ekuitas awal LPI dari APBN senilai Rp30 triliun, di mana Rp15 triliun pertama berasal dari anggaran 2020.
Alokasi terakhir dana cadangan PEN adalah untuk Badan Bank Tanah senilai Rp1 triliun. Menurut Sri Mulyani, modal awal untuk membangun badan itu adalah Rp2,5 triliun, tetapi dirinya dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sepakat untuk melakukan pendanaan secara bertahap.