Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Ekonomi Nasional mengakui bahwa realokasi anggaran ke program makan bergizi gratis membuat perekonomian lesu.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf menjelaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan secara langsung ke Presiden Prabowo Subianto dampak dari efisien anggaran—sesuai amanat Inpres No. 1/2025—ke perekonomian nasional.
Salah satu tujuan efisiensi itu sendiri untuk merealokasi anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) lain ke pembiayaan program makan bergizi gratis (MBG). Awalnya, program MBG hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp100 triliun namun kini ditambah menjadi Rp171 triliun.
"Tetapi roll out [implementasi] dari MBG-nya, karena kalau enggak salah baru ratusan miliar [yang dibelanjakan] dari Rp171 triliun, itu secara makrosiklikal itu agak berbahaya, karena spending [belanja] pemerintah itu akan lag [lambat]," ujar Arief dalam diskusi publik Doctrine UK secara daring, dikutip Senin (24/3/2025).
Padahal, sambungnya, belanja pemerintah berpengaruh besar ke pertumbuhan ekonomi. Masalahnya, MBG harus diimplementasikan secara bertahap
Bahkan, percepatan implementasi MBG—agar belanja pemerintah tidak melambat—sangat sulit. Arief mencontohkan, implementasi MBG sangat tergantung kesiapan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Baca Juga
Oleh sebab itu, DEN khawatir pemerintah sulit mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada tahun ini.
"Concern [kekhawatiran] ini sudah kita sampaikan ke presiden, 'Ini ada bahaya seperti ini.' Kita belum tahu solusi persisnya seperti apa, tapi untuk berhati-hati, karena [implementasi] MBG ini akan lebih pelan daripada uang yang sudah dialokasikan [ke K/L lain], sehingga dampaknya akan membuat ekonomi jadi lesu," ucap Arief.
Lebih lanjut, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran itu juga telah melakukan analisis Input-Output melalui dua skenario yaitu financing (pembiayaan) dan provision (penyediaan) terhadap program MBG.
"Hasilnya bagaimana? Pertama mungkin yang menurut saya expectedly [sesuai dugaan] adalah karena sifatnya yang reallocative financing structure-nya [pembiayaannya melalui realokasi anggaran], itu dampak ke PDB itu nggak akan besar," jelasnya.
Dia menjelaskan bahwa program MBG hanya akan menambah sekitar 0,01% sampai dengan 0,26% pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Alasannya, ada pertukaran yang terjadi karena realokasi anggaran seperti yang diamanatkan Presiden Prabowo Subianto melalui Inpres No. 1/2025.
Misalnya, agrikultur akan menjadi sektor tumbuh signifikan akibat program MBG. Sebaliknya, sektor lain seperti jasa kemungkinan akan mengalami kontraksi pertumbuhan.
Oleh sebab itu, Arief menyatakan seharusnya fokus program MBG bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek namun sebagai investasi sumber daya manusia agar menciptakan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
"Bahwa sifatnya yang realokatif ini membuat ekonomi growth impact-nya [dampak pertumbuhan ekonominya] tidak besar. Menurut saya perlu di kalangan pemerintah juga harus lebih diedukasikan dan MBG itu jangan terlalu dibebani berbagai macam target," kata Arief.
Di samping itu, Arief mengungkapkan hasil analisis DEN menunjukkan bahwa dalam jangka pendek program MBG bisa berdampak ke penciptaan lapangan kerja dari 900 ribu sampai dengan 1,9 juta.
Sejalan dengan itu, program MBG diyakini akan memperkecil ketimpangan pendapatan. Menurutnya, program MBG akan meningkat pendapatan masyarakat miskin hingga 8%—10% sementara pendapatan orang kaya hampir tidak terdampak sama sekali.
Salah satu alasannya, sambung Arief, karena sektor yang paling terdampak secara positif program MBG adalah agrikultur—yang merupakan sektor tempat rata-rata masyarakat miskin bekerja.
"Sehingga tidak mengejutkan kalau misalkan hasilnya itu lumayan. Misalkan kemiskinan itu bisa sampai turun menjadi 5,8% dari yang awalnya 9%.
Lalu ketimpangan juga bisa berkurang sampai 3,8%, itu relatif besar karena ketimpangan itu jarang bergerak," ungkapnya.