Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa negara berkembang harus mendapatkan dukungan terkait pembiayaan perubahan iklim, salah satunya melalui fleksibilitas kebijakan. Selain itu, negara maju pun perlu mendukung upaya negara berkembang dalam proses transisi menurunkan emisi karbon.
Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam Diskusi Meja Bundar, Sidang Tahunan Keenam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) pada Rabu (26/10/2021). Sidang Tahunan AIIB keenam berlangsung pada 26–28 Oktober 2021 secara virtual di Dubai, Uni Emirat Arab.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa penting bagi AIIB untuk mendukung upaya pembiayaan perubahan iklim yang inovatif di negara maju maupun negara berkembang. Upaya tersebut, bersamaan dengan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, menjadi kepentingan internasional sehingga perlu mendapatkan dukungan.
“Negara berkembang harus diberikan fleksibilitas dan tidak dipatok dengan standar yang sama dengan negara maju mengingat perbedaan kapasitas fiskal yang dimiliki”, ujar Sri Mulyani Indrawati selaku Dewan Gubernur AIIB, Rabu (27/10/2021).
Dalam dua tahun terakhir, AIIB memfokuskan kegiatan investasinya dalam merespons pandemi Covid-19 dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. AIIB mengalokasikan sebesar US$2,899 juta untuk Indonesia yang terbagi menjadi dana Covid-19 Crisis Recovery Facility (CRF) hingga April 2022 sebesar US$1,500 juta dan untuk infrastruktur sebesar US$1,399 juta.
Sri Mulyani menilai seluruh negara harus menerjemahkan upaya, dimensi ekonomi, dan moral transisi ke ekonomi rendah karbon secara global menjadi prinsip-prinsip hukum dan peraturan. Dalam hal tersebut, negara maju memiliki peranan untuk membantu negara berkembang, karena pengurangan emisi karbon bukan merupakan tanggung jawab setiap negara sendiri.
Baca Juga
"Prinsip-prinsip ini kemudian perlu kita observasi. Negara maju mempunyai kewajiban untuk membantu di negara berkembang dalam melawan perubahan iklim dan transisi untuk menurunkan emisi dengan proses transisi adil dan terjangkau [just and affordable transition],” ujar Sri Mulyani.
Pertemuan AIIB dengan tema Investing Today, Transforming Tomorrow dihadiri oleh 82 Governor/Alternate Governor atau perwakilan negara anggota AIIB, termasuk Indonesia. Sidang tahunan AIIB keenam itu di antaranya membahas agenda pembiayaan iklim dan Persetujuan Paris, serta keberlanjutan dukungan terkait respon terhadap pandemi Covid-19 dan pemulihan pasca pandemi.
AIIB saat ini telah memiliki 103 anggota yang tersebar di enam benua dan telah menyalurkan pendanaan US$28 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan konektivitas negara di kawasan Asia. Dalam penanganan pandemi, AIIB akan tetap mendukung negara anggota dan memobilisasi pembiayaan dari sektor swasta dalam mencapai kegiatan prioritas tematik pasca pandemi Covid-19.
Selain itu, AIIB juga mendukung pendanaan kegiatan prioritas aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bagi negara anggota serta memobilisasi pembiayaan swasta agar sesuai dengan prinsip environmental, social, and governance (ESG).
Selama enam tahun berdiri, Indonesia juga telah menerima manfaat dari AIIB untuk pembiayaan infrastruktur. Indonesia merupakan negara terbesar kedua dalam penerima manfaat berupa pendanaan pembangunan dari AIIB, juga merupakan pemodal AIIB terbesar kedelapan dengan porsi kontribusi 3,18 persen terhadap total modal AIIB bersama China, India, dan Rusia.