Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk belajar dari sejumlah negara yang telah menerapkan Perdagangan karbon terkait konsep nilai ekonomi karbon (NEK).
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta W Kamdani menyebutkan bahwa pengusaha mendorong agar carbon trade dapat dikedepankan dalam upaya menekan emisi karbon.
Menurutnya, mekanisme perdagangan karbon perlu dibahas lebih detail antara pemerintah dengan pengusaha. Upaya ini sebagai bentuk kesepahaman dalam mengetahui teknis perdagangan karbon.
“Sudah ada pajak karbon sekarang, tapi apa sih carbon trading. Kita mau belajar dari best practises negara lain apa yang mau mereka lakukan. Jadi kita bersama-sama ini semua melakukan kolaborasi,” katanya akhir pekan lalu.
Selama ini, perdagangan karbon telah dilakukan sejumlah negara yakni Uni Eropa, Swiss, Selandia Baru, Kazakhstan, Korea Selatan, Australia, Kanada hingga China dan Meksiko. China sudah melakukan uji coba di tujuh provinsi sejak 2013.
Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memulai uji coba perdagangan karbon dengan melibatkan 80 unit pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara.
Uji coba melalui penghargaan subroto efisien energi (PSBE) kategori C, terdapat 28 transaksi karbon antar peserta unit pembangkit listrik dengan total transfer karbon sebesar 42.455 ton CO2 yang menghasilkan insentif lebih dari Rp1,2 miliar.
Shinta menyebut perdagangan karbon perlu kerja sama antara pengusaha dan pemerintah. Terlebih kelas usaha perlu melakukan persiapan untuk menuju net zero emission.
Di sisi lain, pemerintah juga telah menetapkan pajak karbon untuk PLTU berbasis batu bara pada April 2022. UU HPP menjabarkan harga karbon yang ditetapkan mencapai Rp30 per kg CO2.