Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menginisiasi sistem cap and trade carbon melalui uji coba perdagangan karbon di subsektor ketenagalistrikan untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang dilepaskan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Langkah ini bertujuan untuk mendukung target pemangkasan emisi karbon atau gas rumah kaca di sektor energi sebesar 314–398 juta ton pada 2030,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu (23/10/2021).
Rida menambahkan, uji coba perdagangan karbon itu menerapkan mekanisme cap, trade, dan offset, sehingga diperlukan pembatasan terhadap nilai emisi karbon yang dihasilkan dari setiap PLTU.
Menurutnya, entitas yang mengemisi lebih dari cap diharuskan membeli izin emisi dari entitas yang mengemisi di bawah cap atau membeli sertifikat penurunan emisi.
“Dalam hal entitas tersebut tidak dapat membeli izin emisi atau sertifikat penurunan atas emisi di atas cap seluruhnya, maka sisa emisi akan dikenakan pajak karbon,” ujar Rida.
Pengembangan kelistrikan ke depan, terutama di sisi pembangkitan akan makin bergeser ke penggunaan sumber daya dan teknologi yang ramah lingkungan seiring dengan upaya PT PLN (Persero) dan pemerintah bergeser ke netralitas karbon.
Baca Juga
Rida menyampaikan, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk penurunan emisi gas rumah kaca dan mendukung pencapaian bauran energi baru terbarukan, di antaranya pelaksanaan co-firing biomassa di PLTU milik PLN, konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit energi baru terbarukan, serta menjalankan konservasi dan efisiensi energi.
Dalam upaya mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, teknologi co-firing biomassa dilakukan di beberapa PLTU milik PLN, dengan porsi rata-rata 10 persen untuk PLTU Jawa-Bali dan 20 persen untuk PLTU luar Jawa-Bali dengan capacity factor 70 persen.
“Total kapasitas setara 2.700 MW dan membutuhkan 8–13 juta ton biomassa per tahun,” terang Rida.
Sementara itu, program dedieselisasi dilakukan pada 588 MW PLTD yang setara dengan 1,2 GWp pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang di antaranya dilengkapi dengan baterai.
Pemerintah juga mengupayakan cara lain dengan membangun 4,7 GW PLTS dan 0,6 GW pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) untuk mencapai bauran energi baru terbarukan 23 persen yang semuanya ditargetkan selesai pada 2025.